Bagian barat Indonesia merupakan wilayah dari batas lempeng antara lempeng Australia dan lempeng Sunda (Eurasia) dengan aktivitas seismik yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya subduksi dari lempeng tektonik yang terus berlangsung sampai ke selatan dan tenggara sepanjang Palung Jawa. Daerah Jawa bagian barat sendiri sebenarnya memiliki karakteristik seismik yang unik. Tidak seperti daerah-daerah di Pulau Sumatra yang merupakan daerah rawan gempa karena sering terjadi gempa dengan magnitude yang besar, daerah Jawa bagian Barat ini jarang terjadi gempa. Gempa yang terjadi pun biasanya dalam magnitude yang lebih kecil dibandingkan dengan gempabumi di Sumatra. Tetapi, di Jawa bagian Barat juga pernah terjadi gempa dengan skala kerusakan yang besar, seperti gempa Pangandaran (17 Juli 2006) dan yang terbaru gempa Tasikmalaya (2 September 2009). Untuk itu masih perlu diselidiki lebih lanjut pola deformasi pada zona subduksi di Jawa Barat. Untuk menyelidiki pola deformasi tersebut, maka dilakukan pengukuran GPS dengan teknik differensial menggunakan metode jaring. Titik-titik tersebut diukur secara kontinyu dan episodik, kemudian data titik hasil pengamatan GPS di bagian barat Pulau Jawa kemudian diolah dengan software ilmiah Bernese. Selanjutnya dilakukan perhitungan vektor pergeseran dan nilai parameter regangan sehingga tingkat rekatan pada zona subduksinya dapat dimodelkan. Berdasarkan nilai pergeseran dari titik-titik pengamatan, bagian barat Pulau Jawa berkisar 1-6 cm/tahun dominan ke arah Tenggara. Berdasarkan hasil pola regangannya, bagian Barat Jawa dominan mengalami regangan dan tingkat rekatan yang terjadi adalah sebesar 0 %. Deformasi bagian Barat Pulau Jawa dipengaruhi oleh tiga factor yaitu pergerakan lempeng sunda, pengaruh subduksi dan pengaruh lokal dalam kasus ini dimungkinkan karena adanya aktivitas Sesar Cimandiri.