BAB 1 Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Christopher Johnson
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Resti Andriani
» Gedung UPT Perpustakaan
Titanium dan paduannya, secara luas digunakan sebagai material implan medis
dikarenakan memiliki kombinasi sifat mekanik yang baik, modulus elastisitas yang
rendah, biokompatibilitas yang tinggi, serta ketahanan korosi yang unggul. Saat ini,
paduan Ti-6Al-4V merupakan paduan berbasis titanium yang paling banyak
digunakan sebagai biomaterial. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan
potensi toksisitas keberadaan aluminium dan vanadium yang terkandung dalam
paduan Ti-6Al-4V terhadap tubuh. Oleh karena itu, dikembangkan paduan
alternatif dengan penambahan unsur yang lebih biocompatible. Salah satu paduan
yang dikembangkan untuk aplikasi tersebut adalah paduan berbasis Ti-Zr, yang
memiliki kekerasan lebih tinggi daripada paduan Ti-6Al-4V, dengan tetap
mempertahankan modulus elastisitas yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi variasi pengaruh perlakuan panas lanjutan terhadap evolusi struktur
mikro dan sifat mekanik pada paduan Ti-15Zr.
Paduan Ti-15 Zr dihasilkan dengan memadukan spons titanium dengan kawat
zirkonium menggunakan metode arc melting yang dialiri gas argon, dilanjutkan
dengan homogenisasi pada suhu 1000 °C selama 6 jam dengan metode pendinginan
furnace cooling, serta perlakuan solution heat treatment (SHT) pada suhu 885 °C
selama 1 jam dengan metode pendinginan quenching menggunakan air es. Sampel
kemudian diberi perlakuan panas lanjutan pada suhu 400 °C dan 550 °C, masingmasing
dengan variasi durasi 4, 8, dan 24 jam. Setelah itu, dilakukan karakterisasi
dengan menggunakan optical microscope (OM) dan scanning electron microscope
dan energy dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDS) untuk mengamati
mikrostruktur yang terbentuk dan analisis komposisi kimia, serta X-ray
diffractometers (XRD) untuk mengidentifikasi fasa. Selain itu, dilakukan uji
kekerasan dengan menggunakan vickers hardness tester (VHT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan panas pasca-SHT mampu
mendekomposisi fasa martensitik yang terbentuk dari proses SHT menjadi fasa
?+?. Perlakuan panas lanjutan pada suhu 400 °C menunjukkan kinetika yang lebih
lambat dengan peningkatan kekerasan mikro seiring meningkatnya waktu
penahanan. Kekerasan mikro yang dihasilkan dari spesimen dengan perlakuan
panas 400 °C dengan variasi durasi 4, 8, dan 24 jam secara berturut-turut adalah:
673 HV, 697 HV, dan 703 HV. Perlakuan panas lanjutan pada suhu 550 °C
menunjukkan kinetika yang lebih cepat dengan fenomena coarsening seiring
meningkatnya waktu penahanan. Kekerasan mikro yang dihasilkan dari spesimen
dengan perlakuan panas 550 °C dengan variasi durasi 4, 8, dan 24 jam secara
berturut-turut adalah: 676,8 HV, 689,6 HV, dan 639 HV.
Perpustakaan Digital ITB