Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-COVER.pdf
PUBLIC rikrik Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-BAB1.pdf
PUBLIC rikrik Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-BAB2.pdf
PUBLIC rikrik Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-BAB3.pdf
PUBLIC rikrik Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-BAB4.pdf
PUBLIC rikrik Pages from 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-BAB5.pdf
PUBLIC rikrik 2007 TA PP DWI WAHYUDI 1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC rikrik
Surplus air dan defisit air merupakan salah satu komponen utama dalam
menunjang analisis potensi air tanah. Penggunaan citra satelit dalam perolehan
data spasial dapat melengkapi keterbatasan stasiun yang menyediakan data
meteorologi, sehingga dapat memetakan daerah surplus air dan defisit air secara
spasial.
Pemetaan surplus air dan defisit air didasarkan pada nilai curah hujan
spasial dikurangi evapotranspirasi minimum spasial. Nilai curah hujan wilayah
spasial, diperoleh dari interpolasi data observasi dan dikorelasikan dengan DEM.
Nilai evapotranspirasi minimum spasial diperoleh dari nilai evapotranspirasi
potensial yang dihitung berdasarkan persamaan Penman, dengan nilai radiasi total
dan evaporasi sebagai masukan utama. Nilai temperatur udara spasial didapat dari
korelasi terhadap temperatur permukaan dari citra Landsat TM-7 band 6. Citra
komposit 5, 4, dan 2 digunakan untuk mendapatkan nilai emisivitas dan albedo,
sebagai masukan dalam mendapatkan nilai radiasi total. Nilai evaporasi. didapat
dari kontur fungsi angin.
Surplus air terjadi pada daerah dengan luas 76,5 km2, atau 4% dari luas
daerah penelitian. Surplus air maksimum terjadi di daerah Cisondari dan
Sungapan dengan nilai 137.1 mm. Defisit air terjadi pada daerah dengan luas
1943,8 km2, atau 94% dari luas daerah penelitian. Defisit air maksimum terjadi di
daerah Margahayu raya dan daerah Cicaheum/Cibiru.