digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Surplus air dan defisit air merupakan salah satu komponen utama dalam menunjang analisis potensi air tanah. Penggunaan citra satelit dalam perolehan data spasial dapat melengkapi keterbatasan stasiun yang menyediakan data meteorologi, sehingga dapat memetakan daerah surplus air dan defisit air secara spasial. Pemetaan surplus air dan defisit air didasarkan pada nilai curah hujan spasial dikurangi evapotranspirasi minimum spasial. Nilai curah hujan wilayah spasial, diperoleh dari interpolasi data observasi dan dikorelasikan dengan DEM. Nilai evapotranspirasi minimum spasial diperoleh dari nilai evapotranspirasi potensial yang dihitung berdasarkan persamaan Penman, dengan nilai radiasi total dan evaporasi sebagai masukan utama. Nilai temperatur udara spasial didapat dari korelasi terhadap temperatur permukaan dari citra Landsat TM-7 band 6. Citra komposit 5, 4, dan 2 digunakan untuk mendapatkan nilai emisivitas dan albedo, sebagai masukan dalam mendapatkan nilai radiasi total. Nilai evaporasi. didapat dari kontur fungsi angin. Surplus air terjadi pada daerah dengan luas 76,5 km2, atau 4% dari luas daerah penelitian. Surplus air maksimum terjadi di daerah Cisondari dan Sungapan dengan nilai 137.1 mm. Defisit air terjadi pada daerah dengan luas 1943,8 km2, atau 94% dari luas daerah penelitian. Defisit air maksimum terjadi di daerah Margahayu raya dan daerah Cicaheum/Cibiru.