digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB1.pdf

File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB2.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB3.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB4a.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB4b.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-BAB5.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-COVER.pdf
File tidak tersedia

2007 PP TS BANON GUNTORO 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

ABSTRAK: Kelenteng adalah sebutan untuk bangunan peribadatan umat Tridharma yang terdiri dari penganut agama Budha, Kong hu cu dan Taoisme. Meski pada perkembangannya tiap-tiap agama tersebut memiliki bangunan peribadatan masing-masing, umumnya orang Indonesia lebih mengenal nama kelenteng. Salah satu kelenteng yang unik adalah Kelenteng Sam Poo Kong di Semarang. Unik karena memiliki nilai sejarah yang berhubungan dengan Laksamana Cheng Ho, seorang pelaut muslim dari Cina yang terkenal akan perjalanan muhibahnya ke segenap penjuru dunia dengan membawa misi damai. Keunikan lainnya adalah pengguna kelenteng Sam Poo Kong ini tidak hanya umat Tridharma saja melainkan hampir semua umat beragama. Perkembangan kelenteng Sam Poo Kong hingga seperti sekarang dipengaruhi oleh dua jenis kebudayaan waktu itu (sekitar abad ke-14), yaitu kebudayaan Cina sebagai sumber dari nilai-nilai keagamaan dan tata cara prosesi sembahyang yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho dan masyarakat Tiong hoa yang tinggal dan menetap di daerah Pulau Tirang (nama kota Semarang pada waktu itu) serta kebudayaan lokal Jawa yang berpengaruh pada bentuk fisik bangunan kelenteng.