vulkanik yang tinggi selama sepuluh tahun terakhir. Ketiga gunung api ini
representatif segmentasi Busur Sunda yang terdiri dari Zona Busur Sumatra dan
Zona Busur Jawa dengan kecepatan pergerakan lempeng yang berbeda dan karakter
letusan yang berbeda sehingga menarik untuk dipelajari karakteristik pola aktivitas
vulkaniknya berdasarkan laju emisi gas SO2 dan anomali termal yang dikorelasikan
dengan data seismisitas.
Pengukuran laju emisi gas SO2 di lapangan dilakukan menggunakan Differential
Optical Absorption Spectroscopy (DOAS). Laju emisi gas SO2 dihitung
berdasarkan kerapatan kolom SO2, jarak pengukuran, kecepatan dan arah angin.
Selain itu, emisi gas SO2 dideteksi menggunakan data citra Ozone Monitoring
Instrument (OMI) dengan cakupan global harian. Deteksi anomali termal dilakukan
menggunakan data citra Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection
Radiometer (ASTER) subsistem Thermal Infrared Radiometer (TIR) yang
memiliki resolusi spasial tinggi (90 x 90 m). Data citra ASTER TIR, selanjutnya
dikoreksi radiometrik dan termal atmosferik. Algoritma pemisahan emisivitas dan
suhu kecerahan digunakan untuk memperoleh suhu permukaan dari kawah G.
Agung, G. Bromo, dan G. Sinabung. Semua data penelitian dikorelasikan dengan
data seismisitas gunung api.
Pola peningkatan laju emisi gas SO2 berkorelasi dengan proses naiknya magma
mendekati permukaan pada gunung api dengan sistem terbuka (G. Bromo). Pada
gunung api sistem tertutup (fase awal G. Agung dan G. Sinabung), emisi gas SO2
baru terdeteksi setelah transisi sistem tertutup menjadi sistem terbuka. Naiknya
magma dari reservoir ke dekat permukaan terdeteksi sebagai anomali termal seperti
di G. Agung. Sedangkan di G. Bromo anomali termal tidak terlihat signifikan. Hal
ini diinterpretasikan karena letusan G. Bromo bersifat eksplosif dan berlangsung
cepat sehingga data citra satelit tidak dapat merekam anomali termal dengan baik.
Peningkatan laju emisi gas SO2 dan anomali termal diinterpretasikan adanya injeksi
magma ke kedalaman yang lebih dangkal sehingga menjadi indikator peningkatan
aktivitas magmatik dan dapat digunakan untuk pemantauan gunung api.