digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Dalam kegiatan angkutan barang di kota truk memegang peranan utama. Di DKI Jakarta, jumlah truk telah meningkat rata-rata sebesar 14,02 % per tahun selama periode 1980-1985. Perbandingan jumlah truk terhadap seluruh kendaraan yang ada cenderung meningkat, pada tahun 1980 sebesar 10,27 % dan pada tahun 1985 meningkat menjadi 11,67 %. Di samping itu juga terjadi pergeseran ke arah kendaraan truk dengan kapasitas yang lebih besar. Sebagai contoh, pada tahun 1977 proporsi jumlah truk dengan kapasitas 3-4,0 ton adalah sebesar 63 % dari seluruh jumlah truk, kemudian menurun menjadi 29 % pada tahun 1980, sedangkan proporsi truk dengan kapasitas 4,0-5,5 ton pada tahun 1977 adalah sebesar 37 % kemudian meningkat menjadi 71 % pada tahun 1980. Di DKI Jakarta, truk dengan kapasitas di atas 5 ton sebagian besar bergerak menuju ke wilayah Jakarta Utara yakni ke kecamatan Penjaringan dan Tanjung Priok, sedangkan wilayah Jakarta Selatan merupakan tujuan perjalanan truk dengan kapasitas di bawah 5 ton. Diperkirakan barang yang diangkut di wilayah Jakarta Utara umumnya adalah barang-barang perdagangan besar, barang industri setengah jadi dan barang ekspor dan impor melalui pelabuhan Tanjung Priok. Rendahnya persentase luas jaringan jalan terhadap luas wilayah Jakarta Utara serta tingginya volume lalulintas yang menuju ke wilayah Jakarta Utara akan menggangu kelancaran arus lalulintas. Kemacetan di sekitar pergudangan dan industri, terutama di kelurahan Penjaringan dan Sunter, selain disebabkan oleh kegiatan bongkar-muat barang serta parkir truk di sisi jalan, juga karena tingginya arus lalulintas kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang menuju dan meliwati daerah ini. Untuk membatasi pergerakan truk pada jam 'puncak' (pagisiang hari) pemerintah DKI telah mengeluarkan peraturan yang membatasi pergerakan truk pada siang hari. Truk hanya diperkenankan bergerak pada malam hari. Namun demikian hasil survey JICA tahun 1985 menunjukkan bahwa komposisi kendaraan pada jam 'puncak' (pagi-siang hari) di J1. Enggano adalah 33,6% sedan, 33% bis dan 33,4% truk, di J1. RE. Martadinata: 45% sedan, 15,6% bis dan 39,4% truk. Data DLLAJR tahun 1989 mengenai volume kendaraan pada pagi-siang hari di jalan Martadinata dengan menggunakan ukuran 'satuan mobil penumpang' (smp) memberikan gambaran sebagai berikut: 7 % sepeda motor, 34 % sedan, 2 % taxi, 6 % mikrolet, 1 % metromini, 7 % bis dan 43 % truk. Gambaran di atas menunjukkan bahwa truk cenderung bergerak pada siang hari, bukan pada malam hari. Tingginya pergerakkan truk pada pagi-siang hari diduga karena kualitas pelayanan angkutan barang pada waktu malam hari tidak sesuai dengan pelayanan pada siang. Tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi peubah-peubah tingkat pelayanan angkutan barang, yang menyebabkan terjadinya perbedaan pelayanan angkutan barang pada waktu pagi-siang dan malam hari di wilayah Jakarta Utara, serta memberi masukan bagi penentu kebijaksanaan dalam bidang angkutan barang di wilayah Jakarta Utara. Analisis akan dilakukan dengan mengeaakan segi permintaan. Hasil studi membuktikan bahwa memang benar terdapat perbedaan dalam tingkat pelayanan angkutan barang pada siang dan malam hari. Pemakai angkutan cenderung mengangkut barangnya pada slang hari, karena tingkat pelayanan angkutan barang pada malam hari relatif rendah, terutama tingkat keamanan rendah, biaya bongkar dan biaya total relatif tinggi. Dengan menggunakan model logic ditemukan hubungan fungsional antara pilihan angkutan siang-malam hari dengan peubah bebas: waktu bongkar, tingkat keamanan, biaya bongkar dan biaya total. Berdasarkan atas hubungan fungsional ini dapat ditetapkan batas-batas sedemikian rupa agar angkutan truk bergerak ke arah malam hari. Implikasinya terhadap kebijaksanaan pemerintah adalah meningkatkan tingkat pelayanan angkutan barang malam hari agar supaya pengusaha mau mengangkut barangnya pada malam hari. Pelayanan angkutan barang pada malam hari yang harus ditingkatkan adalah keamanan dalam bongkar-muat barang, efisiensi bongkar barang agar biaya bongkar malam hari dapat ditekan relatif rendah. Usaha yang dapat dilakukan pemerintah agar angkutan barang cenderung bergerak pada malam hari adalah dengan mengenakan 'biaya' angkutan pada slang hari yang lebih tinggi dari pada malam hari serta memberikan 'subsidi' untuk angkutan barang pada malam hari. Hal ini perlu dilakukan studi lebih lanjut. Oleh karena dengan adanya pergeseran angkutan barang ke malam hari, masyarakat pemakai jalan lainnya juga akan memperoleh 'manfaat' (benefit) dari berkurangnya kemacetan lalulintas di kawasan Jakarta Utara.