DAFTAR PUSTAKA PHALITA GATRA
EMBARGO  2027-08-15 
EMBARGO  2027-08-15 
LAMPIRAN PHALITA GATRA
EMBARGO  2027-08-15 
EMBARGO  2027-08-15 
Hiu paus (Rhincodon typus) adalah ikan terbesar yang dapat mencapai berat sampai dengan 20-ton dengan panjang 20-meter, yang saat ini memiliki status terancam punah dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) serta tercatat dalam Apendiks II pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Spesies ini sering dimanfaatkan menjadi objek wisata di beberapa lokasi di Indonesia, yakni di Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Probolinggo, Papua dan Papua Barat. Telah diidentifikasi bahwa aktivitas ini dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan hiu paus, jika tidak dilaksanakan dengan prinsip-prinsip konservasi. Selain itu, semakin majunya perdagangan internasional yang melibatkan semakin padatnya lalu lintas di laut menimbulkan ancaman baru bagi keberlangsungan hiu paus, antara lain adalah tertabrak oleh kapal besar dan menjadi korban tangkapan sampingan dari kapal perikanan (bycatch).
Upaya konservasi terhadap spesies laut dan ekosistemnya penting untuk dilaksanakan, termasuk menjaga sistem fungsional proses ekologi dan menjaga hubungan antara spesies dengan lingkungannya. Selain itu, fungsi ekosistem telah diakui menjadi kunci utama keberadaan keanekaragaman hayati, yang diantaranya dapat menjadi solusi dari fenomena perubahan iklim serta mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan 14 (menjaga ekosistem laut), yakni melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan. Lebih lanjut, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 – 2045, ketahanan sosial dan ekologi menjadi salah satu agenda yang diantaranya adalah menciptakan lingkungan hidup berkualitas, termasuk peningkatan kualitas dan pengelolaan ekosistem laut dan pesisir yang terintegrasi serta penguatan efektivitas tata kelola kawasan konservasi laut dalam mewujudkan kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia, yang diharapkan dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi kepada generasi saat ini dan generasi selanjutnya.
Di Indonesia, salah satu kebijakan yang mengatur strategi konservasi hiu paus diatur di dalam Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu Paus 2021 – 2025 (RAN Hiu Paus 2021 – 2025) melalui penerbitan Keputusan Menteri Kelautan No. 16 Tahun 2021, yang dibuat sebagai acuan pelaksanaan konservasi hiu paus di Indonesia dan memiliki tujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan populasi dan habitat hiu paus sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi, termasuk melakukan berbagai upaya untuk mengurangi keterancaman terhadap hiu paus. Namun, diidentifikasi masih terdapat tantangan-tantangan dalam pengelolaan hiu paus berdasarkan RAN Hiu Paus 2021 - 2025, antara lain: banyak kegiatan yang dilakukan berulang, sehingga tidak memenuhi tujuan RAN Hiu Paus 2021 - 2025; bimbingan teknis terkait keterdamparan dilaksanakan di lokasi yang bukan menjadi lokasi terdamparnya hiu paus; minimnya Provinsi yang membuat rencana aksi daerah konservasi hiu paus (RAD Hiu Paus); dan tidak ada pemutakhiran terhadap indikator-indikator, sehingga menghambat pencapaian tujuan RAN Hiu Paus 2021 – 2025.
Penelitian ini mengevaluasi bagaimana implementasi RAN Hiu Paus 2021 – 2025 dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan hiu paus di Indonesia menggunakan analisis deskriptif dengan mengacu kepada teori Dunn (2003) terkait dengan evaluasi kebijakan publik yang terdiri dari enam kriteria (yakni: efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, ketepatan, dan efektivitas). Dari keenam kriteria tersebut, disusunlah indikator-indikator untuk dapat mengukur ketercapaian terhadap masing-masing kriteria. Diidentifikasi bahwa RAN Hiu Paus 2021 – 2025 telah memenuhi 3 (tiga) kriteria, yakni efisiensi, pemerataan, dan ketepatan dan belum memenuhi 3 (tiga) kriteria lainnya, yakni kecukupan, responsivitas, dan efektivitas, yang diantaranya diakibatkan dari berbagai tantangan, antara lain Sebagian besar kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan RAN Hiu Paus 2021 – 2025 juga masih menitikberatkan pada tindakan penanganan, dimana tindakan pencegahan tidak kalah penting untuk dilakukan dalam hal merespon ancaman-ancaman terhadap hiu paus. Kemudian, pelaksanaan wisata hiu paus juga masih mengalami berbagai tantangan, antara lain sulitnya mengatur wisatawan saat di lokasi wisata hiu paus, karena tidak ada pembatasan terkait jumlah wisatawan dan kapal yang dapat mengunjungi lokasi wisata tersebut. Lebih lanjut, perlindungan terhadap jalur migrasi hiu paus di luar wilayah konservasi belum ditangani secara konkrit, termasuk minimnya pelibatan Kementerian Perhubungan untuk mengatur alur pelayaran sehingga belum dapat mencegah tertabraknya kapal besar dengan hiu paus.