digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK - Satya Amara
PUBLIC Open In Flip Book Alice Diniarti

Indonesia memiliki sekitar 5,5 juta hektar lahan sagu, 5,2 juta hektar terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, pada kenyataannya pemanfaatan sagu di Indonesia tidak sampai 1% dari ketersediaannya. Tanaman sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu sekitar 95%, bebas gluten, dan rendah lemak. Tingginya karbohidrat tanaman sagu merupakan potensi sagu untuk dijadikan tepung yang merupakan bahan baku pembuatan mie kering. Namun, mie yang terbentuk dari tepung sagu memiliki sifat yang terlalu lengket. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mie kering bebas gluten serta menentukan pengaruh treatment fermentasi terhadap kadar protein tepung, treatment heat moisture treatment (HMT) terhadap kadar amilosa, dan menentukan karakteristik produk mie yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa treatment fermentasi pada tepung sagu dapat meningkatkan kadar protein tepung. Namun, peningkatan tersebut tidak signifikan dengan kadar protein hanya mencapai 0,3%. Sebaliknya, treatment HMT pada tepung sagu secara signifikan meningkatkan kadar amilosa. Kadar amilosa tertinggi tercatat pada tepung sagu HMT selama 6 jam, dengan nilai 43,85%, dibandingkan dengan 27,72% pada tepung sagu alami, 36,11% pada tepung sagu HMT 2 jam, dan 43,03% pada tepung sagu HMT 4 jam. Peningkatan kadar amilosa ini mempengaruhi kelengketan mie, di mana mie HMT 6 jam 90°C memiliki kelengketan terendah sebesar -0,13 kg, lebih rendah daripada mie tepung terigu sebagai kontrol. Karakteristik pengeringan yang diobservasi menunjukkan bahwa temperatur dan kadar air awal bahan mempengaruhi laju pengeringan, dengan laju pengeringan tertinggi pada variasi mie tepung sagu tanpa treatment pada pengeringan 90°C. Penilaian sensori dari 10 panelis tidak terlatih menunjukkan bahwa variasi mie tepung terigu paling disukai dari segi warna. Mie tepung sagu tanpa treatment pada suhu pengeringan 70°C paling tidak lengket, sedangkan mi