Arsip dalam pengertian mutakhir tidak lagi diasosiasikan hanya sebagai benda yang
tersimpan dari masa lalu dan tidak dapat dipublikasikan. Dalam konteks seni rupa
kontemporer, arsip mampu menjadi objek yang dipamerkan untuk penyebaran
pengetahuan dan pembacaan sejarah yang baru. Kesempatan ini diaplikasikan dalam
pengerjaan proyek pameran arsip yang mengangkat sosok Herry Sutresna sebagai
subjek untuk membaca wacana situasi sosial, politik dan budaya pasca Orde Baru.
Sosok Sutresna sebagai warga Bandung yang aktif dalam gerakan sosial, pegiat seni,
dan aktif di berbagai komunitas lintas disiplin telah menjalani praktik nya selama tiga
puluh tahun. Sejak tahun 1994, ketika Sutresna tergabung dalam grup hip hop
Homicide telah memberikan dampak yang signifikan bagi kebudayaan populer di
Bandung, keterlibatannya dalam berbagai kolektif dan simpul-simpul komunitas yang
memiliki ruang otonom di Bandung membentuk habitusnya yang telah dipupuk sejak
mempelajari marxisme sehingga memiliki modal sosial dan kultural di masyarakat.
Berbagai dinamika yang terjadi dengan banyaknya peristiwa penting dan insiden dalam
sejarah nasional telah dilalui Sutresna dengan merespon setiap tikungan penting dalam
lini masa sejarah dengan produk budaya yang diciptakan sehingga dapat membaca
periode praktik Sutresna dengan irisannya dalam menghadapi letupan kekecewaan
reformasi dan masa gelap pasca Orde Baru yang dirasa tidak ada perubahan total sesuai
dengan harapan. Melalui habitus Sutresna sebagai warga urban yang mengadopsi
budaya punk sebagai alat tandingan ideologi sampai membawa Sutresna dalam praktik
dan pemahaman anarkisme, sejak tahun 2000 awal sampai akhir periode penelitian di
2024. Pembentukan metode dalam proyek yang berjudul Membaca Gejala dari Jelaga
ini melalui tahap-tahap tertentu, diantaranya riset literatur, inventarisir arsip, dan
wawancara kepada Sutresna serta pihak lain yang memiliki irisan dengan wacana
pameran. Pameran ini adalah upaya untuk menampilkan khazanah yang bersumber dari
arsip dan dokumentasi Herry Sutresna, sosoknya telah memberikan begitu banyak
warisan pengetahuan, terutama pada ranah sosial, dan hal itu mesti dipresentasikan
untuk mendorong lahirnya gagasan baru lebih kritis. Lewat pameran ini pun,
diharapkan dapat menjawab kebutuhan arsip sebagai wahana pengetahuan dan
pembacaan baru dalam sejarah yang dapat disandingkan dengan pemikiran-pemikiran
kritis praktik kurasi saat ini. Bagaimana pada pemilihan arsip-arsip Sutresna, baik arsip
primer maupun sekunder dapat dipresentasikan sebagai media pembacaan sejarah yang
dihadirkan di ruang pameran. Berbagai kategori jenis arsip diantaranya poster, fanzine
dokumentasi foto, dokumentasi video, manuskrip, karya representasi, cinderamata, dan
buku menjadi objek untuk membaca lintasan sejarah pasca Orde Baru dengan cara
Sutresna yang meliputi sikap dan pemikiran anarkisme lewat pendekatan budaya
populer.