digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Ariani [37020006]
PUBLIC Open In Flip Book Noor Pujiati.,S.Sos

Padung-padung adalah perhiasan sejenis anting-anting berbentuk spiral ganda yang terbuat dari perak masif dengan ukuran dan berat diluar kelaziman layaknya antinganting pada umumnya. Perhiasan ini diperkirakan dikenakan perempuan Karo pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 sebagai perhiasan sekaligus simbol status. Di antara perhiasan-perhiasan suku Karo yang lain, padung-padung merupakan salah satu perhiasan yang unik dan menonjol dari segi bentuk dan ukuran. Selain memiliki keunikan dan keindahan bendawi, padung-padung seperti halnya atefakartefak budaya lokal lainnya di Indonesia, sarat akan makna filosofis yang memperkaya adat dan tradisi suku Karo. Sebagai simbol status, padung-padung merupakan materialisasi pesan atau nilai ke dalam realitas fisik dan terwakili dalam wujud artefak berupa perhiasan. Kehadiran artefak ini merepresentasikan aspek-aspek yang berkaitan erat dengan citra perempuan Karo dalam kebudayaan masyarakat Karo yang mencakup pola sosial, sistem patriarki, dan identitas masyarakat Karo. Kondisi ini ditemukan dalam konstruksi sejarah budaya suku Karo, yaitu berupa fakta bahwa padung-padung sebagai perhiasan dimaterialisasi menjadi penanda identitas komunal bagi perempuan yang mengenakannya sebagai seseorang yang berasal dari strata sosial kelas atas. Namun hal ini masih memerlukan validitas sehingga keberadaannya perlu dikaji secara mendalam baik dari aspek keindahan fisik maupun nonfisik. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode etnografi dan etnohistori visual, melalui pendekatan estetik dan budaya, yang disajikan secara deskriptif analisis. Data tentang budaya Karo, perempuan Karo, dan padung-padung, yang diperoleh melalui penelusuran pustaka, dokumen visual, wawancara, dan observasi lapangan dianalisis dengan menerapkan teori morfologi estetik. Foto-foto arsip kolonial menjadi salah satu data penting untuk mempelajari dan mencermati budaya Karo dalam bentuk visual. Hasil analisis pada aspek budaya Karo, perempuan Karo, dan padung-padung menunjukkan temuan-temuan yang bersifat paradoks. Hal paling mendasar yang mewakili kondisi tersebut dapat dilihat pada wujud fisik padungpadung. Ditinjau dari wujud fisiknya, padung-padung memiliki bentuk spiral berpunggungan dengan tangkai pada bagian atas yang mengarah pada prinsip dasar strukturalisme tentang pasangan (dua hal) yang berlawanan (binary opposition). Spiral ganda merupakan simbol perempuan, tangkai menyimbolkan laki-laki. Konsep binary opposition ini jika dikembangkan lebih lanjut memiliki keterkaitan dengan pemahaman complexio oppositorum, yaitu penyatuan hal-hal yang saling bertentangan. Pemahaman tersebut kemudian mendasari pemikiran logika estetika paradoks, yang merujuk pada estetika kearifan budaya lokal masyarakat Karo. Temuan-temuan lain yang menunjukkan kondisi paradoksikal pada hubungan anatara budaya Karo, perempuan Karo, dan padung-padung adalah: mikrosmosmakrokosmos, transenden-imanen, laki-laki-perempuan, akulturasi-enkulturasi, memuliakan-menstigmakan, citra diri-citra sosial, dan superioritas-inferioritas. Hasil penelitian memvalidasi bahwa perwujudan padung-padung merupakan bentuk materialisasi citra perempuan Karo yang terpandang dan berasal dari keluarga bangsawan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa nsur-unsur yang saling bertentangan dalam wujud fisik dan nonfisik padung-padung memiliki relasi dengan konsep estetik yang berlaku dalam budaya Karo. Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi serta makna padung-padung mengalami beberapa perubahan dalam rentang waktu saat perhiasan ini masih dikenakan, mulai ditinggalkan dan tidak lagi dikenakan, hingga keberadaannya di masa kini. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi catatan sejarah yang berkaitan dengan padung-padung dan struktur sosial masyarakat Karo sehingga generasi muda Karo mengetahui pesan-pesan yang disampaikan melalui wujud fisik padung-padung. Dengan adanya informasi ini diharapkan masyarakat lebih mengenal dan mengapresiasi keberadaan padung-padung di masa lalu, serta dapat menjadi sumber gagasan pengembangan daya kreatif bagi keberlanjutan kearifan lokal dalam penciptaan seni rupa dan desain yang sesuai dengan perkembangan zaman.