Konsep 15-minutes city merupakan sebuah paradigma baru perencanaan ruang pasca pandemi
Covid-19. Ide konsep ini adalah untuk membangun kota dengan fasilitas yang dapat dicapai dalam
waktu 15 menit dengan berjalan kaki atau bersepeda. Kawasan tebangun di kawasan perkotaan
semakin meningkat akibat dampak urbanisasi, namun di sisi lain ruang terbuka hijau (RTH) publik
semakin terpinggirkan. Padahal RTH publik sangat berdampak pada kualitas lingkungan hidup
perkotaan. Selain itu RTH publik juga berperan terhadap ekonomi, kesehatan dan kebahagiaan
masyarakat. Karena manfaatnya dalam menjamin kualitas hidup perkotaan secara berkelanjutan,
penyediaan RTH publik dimasukan menjadi salah satu indikator pilar lingkungan dalam target
kota yang berkelanjutan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Di sisi lain Kota
Surakarta yang menjadi kota layak huni di Indonesia, RTH-nya terus menurun setiap tahunnya.
Maka dari itu perlu adanya perencaanaan untuk penyediaan RTH publik di Kota Surakarta
khususnya dalam penentuan lokasi potensialnya. Selain dari segi luasan, faktor jarak dan waktu
tempuh menjadi hal yang penting dalam perencanaan RTH publik. Namun belum adanya standar
yang membahas hal tersebut, karena itulah dipilih konsep 15-minutes city dalam faktor penentuan
lokasi RTH potensial selain itu konsep ini juga selaras dengan SDGs. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengkaji penerapan konsep 15-Minutes City dalam penentuan lokasi potensial penyediaan
RTH publik di Kota Surakarta untuk mewujudkan SDGs. Pendekatan penelitian ini adalah
kuantitatif spasial menggunakan GIS berbasis big data dan analisis deskriptif. Hasil analisis
identifikasi konsep 15-minutes city berdasarkan 5 dimensi nya didapatkan dari dimensi density
yaitu korelasi hasil kernell density penduduk dan permukiman ada beberapa Kawasan mempunyai
korelasi positif menunjukan adanya potensi pengembangan Kawasan permukiman baru. Dari
dimensi diversity didapatkan bahwa standar fasilitas rekreasi yaitu RTH publik masih belum
memenuhi standar dari jumlah penduduk yaitu 27,1% dan perbandingan persebaran fasilitas RTH
publik dengan fasilitas lainnya adalah 1:25. Dari dimensi proximity didapat bahwa jangkauan
layanan 15 menit RTH publik masih sebesar 26,3% dari total seluruh Kawasan permukiman. Dari
dimensi quality didapatkan bahwa gap ketersediaan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda terhadap
aktivitas non motorized masyarakat masih rendah yaitu sebesar 48,9% dan hasil analisis GVI dari
917 sample di Kota Surakarta adalah 0,1064 atau 10,6%. Selanjutnya hasil analisis gap RTH
publik eksisting dan rencana terhadap target indicator 11.7 SDGs didapatkan 14,11% untuk RTH
publik eksisting dan 17,8% untuk RTH rencana. Hal tersebut menunjukan untuk memenuhi target
SDGs perlu penyediaan RTH publik seluas 217,8 Ha. Dan hasil identifikasi lokasi potensial RTH
publik berdasarkan aspek tata ruang, dimensi 15-minutes city dan fisik alam didapatkan 3 jenis
lokasi lahan potensial RTH publik dengan total luasan 233,8 ha dengan berbagai tipolgi taman
hasil identifikasi kesesuaian dengan kebijakan rencana pola ruang.