digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 7 Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

LAMPIRAN Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

JURNAL Setyardi Pratika Mulya
PUBLIC Yoninur Almira

Pertanian pinggiran kota (peri urban agriculture; PUA) menjadi topik yang semakin relevan di Belahan Bumi Selatan (the Global South) karena daerah-daerah ini terus mendapatkan tekanan dari aktivitas perkotaan dengan berkembangnya kebutuhan tempat tinggal dan kebutuhan lahan lainnya. Pertanian pinggiran kota, sebagai sumber makanan lokal, dapat memainkan peran penting dalam berbagai aspek. Karakteristik peri-urban di negara berkembang berbeda dengan negara maju. Di negara berkembang, wilayah pertanian yang masif terdampak dari ekspansi perkotaan (urbanisasi). Salah satunya adalah wilayah sentra pangan. Bagaimana wilayah tersebut sampai saat ini masih bertahan terhadap urbanisasi menjadi bagian penting dari penelitian ini. Peran petani dan juga komunitas pertanian sebagai aktor kunci menjadi bagian penelitian yang penting untuk menjelaskan sikap petani masih bertahan sampai saat ini. Berbagai penelitian terkait belum ada yang melihat sebagai satu kesatuan, mulai dari menjelaskan proses ekspansi perkotaan dan dampaknya terhadap pertanian, mentipologikan karakteristik pertanian, menjelaskan sikap petani terhadap tekanan urbanisasi, dan keterkaitan keduanya. Dimensi fisik-spasial, ekonomi sampai perilaku dibahas secara berkesinambungan dalam disertasi ini. Hipotesisnya adalah karakteristik pertanian dan jenis petani yang berbeda menyebabkan perbedaan respon dalam memastikan keberlanjutan pertanian di setiap wilayah. Oleh karena itu, kondisi ini memiliki konsekuensi penting untuk perencanaan wilayah kedepan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman sistematis dan mendalam dampak urbanisasi terhadap keberlanjutan pertanian dilihat dari sisi dinamika spasial, karakteristik, tipologi, dan hubungan antara pola spasial dan pertanian. Untuk membuktikan hipotesis diatas pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus penelitian ini multi-skala: global, wilayah, lokal, dan rumah tangga di sekitar Jakarta Raya, utamanya Kabupaten Karawang sebagai salah satu pusat produksi pertanian yang terdampak langsung urbanisasi. Berbagai tinjauan literatur ekstensif, dan analisis, seperti K-means clustering, analisis faktor, tabel matriks logik, Qualitative Comparative Analysis (QCA) dan analisis spasial digunakan dalam penelitian ini. Berbagai temuan diuraikan per bab secara i berurutan untuk menjawab setiap sasaran yang telah ditentukan. Hasil penelitian diuraikan sebagai berikut: Saat ini urbanisasi semakin masif memengaruhi keberlanjutan PUA. Keberadaan PUA sangat penting untuk melindungi seluruh ekosistem wilayah. Wilayah perkotaan mendapatkan manfaat terbesar dari lestarinya PUA. Sub-ekosistem pinggiran kota yang rusak juga akan berdampak negatif pada wilayah disekitarnya, yang diindikasikan dengan meningkatnya bencana dan kekurangan pangan. Oleh karena itu, mengenali karakteristik pertanian pinggiran kota menjadi bagian penting dalam rangka memastikan keberlanjutan PUA. Analisis klasterisasi K-means menjadi salah satu pilihan yang digunakan untuk melakukan pentipologian karakteristik PUA. Hasilnya menggambarkan keragaman kondisi pertanian berdasarkan intensitasnya. Semakin tinggi intensitas pertanian di wilayah pinggiran kota, semakin seragam tipologi jenis pertaniannya, semakin luas lahan, dan semakin banyak jumlah petaninya. Tipologi PUA dapat memberikan berbagai opsi perencanaan kebijakan pemerintah, baik kearah konservatif maupun eksploitatif dan juga memahami posisi pada rezim pertanian (productivism, post-productivism, atau multifunctional). Menilik lebih dalam hasil tipologi ini, berdasarkan karakteristik PUA, dapat disederhanakan konteksnya menjadi mempertahankan pertanian dapat dilihat dari perspektif, subjek dan objeknya. Subjek dalam hal ini petani bermakna mempertahankan aktivitas, sedangkan objek bermakna petani yang mempertahankan properti/lahannya. Selain keduanya, kebijakan juga menjadi aspek karena menyangkut regulasi. Jenis petani beragam antara lain petani pemilik, penggarap, pemilik-penggarap, penyewa, dan penggadai. Salah satu yang memengaruhi keputusan mempertahankan pertanian adalah jenis petani dan karakteristik pertanian. Oleh karenanya, menjelaskan kausalitas antara keduanya menjadi sasaran akhir untuk mengetahui cara mempertahankan pertanian, utamanya PUA. Kebaruan yang dihasilkan adalah pertama berkontribusi terhadap debat posisi pertanian pinggiran kota yang sangat rentan berubah, namun berdampak besar terhadap jasa lingkungan wilayah sekitarnya, terutama wilayah perkotaan, sehingga perlu dipertahankan. Kedua, urbanisasi tidak selalu mengancam keberlanjutan lahan pertanian, tetapi beberapa diantaranya berupa pergeseran aktivitas perdesaan. Ketiga, pertanian tidak serta merta berkontribusi terhadap keberlanjutan wilayah, diperlukan kontribusi dari beragam aspek/sektor dibandingkan peningkatan intensitas pertanian itu sendiri. Keempat, telah dihasilkan set variabel baru dalam pentipologian wilayah yang dapat secara spesifik mendeteksi perbedaan yang signifikan pada wilayah yang berdekatan berdasarkan intensitas pertaniannya. Kelima, tekanan urbanisasi sangat memengaruhi sikap petani terhadap keberlanjutan pertanian.