digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVER Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 1 Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 2 Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 3 Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 4 Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

BAB 5 Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

PUSTAKA Ali Fahrudin
PUBLIC Roosalina Vanina Viyazza

Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar dan berkontribusi terhadap 59% pasokan minyak sawit dunia dengan produksi Minyak Sawit Mentah (CPO) sebesar sekitar 46,9 juta ton pada tahun 2021. Namun, produksi yang besar ini menimbulkan tantangan lingkungan yang signifikan berupa Limbah Pabrik Kelapa Sawit (POME) yang diperkirakan mencapai 156 juta m3 setiap tahunnya. Instalasi pengolahan POME menghasilkan Biogas, yang sebagian besar terdiri dari Metana (CH4) yang berkisar antara 50% hingga 75%. Gas ini merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi menimbulkan pemanasan global 28 kali lebih besar daripada CO2 jika dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, Metana merupakan komponen utama Gas Bumi yang banyak dimanfaatkan di berbagai sektor, antara lain rumah tangga, komersial, industri, dan pembangkit listrik. Melalui pengolahan yang tepat, biogas yang berasal dari POME dapat ditingkatkan kualitasnya dan mengubahnya menjadi Biometana, sebuah energi alternatif terbarukan yang dapat diintegrasikan ke dalam Jaringan Gas Bumi sebagai pengganti bahan bakar fosil konvensional. Potensi konversi POME menjadi Biometana diperkirakan mencapai 1.280 MWe atau setara dengan 288 MMSCFD CH4. Meskipun potensi Biometana dari POME sangat besar, pemanfaatannya saat ini hanya terbatas pada penggunaan sendiri di Pabrik Kelapa Sawit atau pembangkit listrik, termasuk di Provinsi Riau, yang memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Selain itu, survei yang dilakukan PGN mengungkapkan terdapat calon pelanggan gas bumi di Provinsi Riau yang masih belum terlayani karena keterbatasan infrastruktur dan tantangan skala ekonomi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan skema distribusi optimal yang memaksimalkan nilai ekonomi untuk melayani pasar potensial di Provinsi Riau, serta strategi berkelanjutan untuk bisnis biometana di wilayah tersebut. Metodologi penelitian yang dilakukan adalah kombinasi teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif yang meliputi studi literatur, wawancara dengan Badan Usaha Pipa dan CNG, serta penyebaran kuesioner kepada lima calon pelanggan biometana di Provinsi Riau. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis secara menyeluruh dengan menggunakan analisis geografis, pemodelan biaya transportasi, pemodelan keuangan, analisis SWOT, dan analisis risiko. Hasilnya memberikan iv tentang lokasi pabrik kelapa sawit yang optimal untuk pabrik biometana, moda transportasi pilihan, model sistem aktivitas, dan pemodelan kanvas bisnis. Dengan metoda tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa angkutan truk merupakan moda distribusi biometana yang optimal, dari pabrik kelapa sawit menuju pelanggan komersial dan industri yang tersebar. Kelayakan ekonomi pemanfaatan biometana sangat sensitif terhadap volume biometana. Oleh karena itu, strategi untuk menjaga stabilitas atau meningkatkan volume penjualan sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan industri biometana. Dalam kasus Provinsi Riau, empat calon pelanggan gas dengan kebutuhan harian sebesar 11.248,93 m3 berpotensi untuk dapat dilayani biometana dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan LPG atau Solar. Hal ini dapat dicapai dengan memilih pabrik kelapa sawit dalam radius maksimal 76 km dan mentargetkan pelanggan dengan kebutuhan gas melebihi 1000 m3 /bulan. Pertimbangan seperti harga, jaminan pasokan, dan kelangsungan operasional memainkan peran penting dalam melayani kebutuhan pelanggan secara efektif. Temuan dari penelitian ini memberikan wawasan berharga dalam mengatasi tantangan dan mengoptimalkan bisnis biometana di Provinsi Riau, Indonesia. Model yang diusulkan ini dapat digunakan untuk menyajikan pendekatan bisnis berkelanjutan dalam penerapan biometana secara lebih luas di Indonesia.