digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pulp dari proses kraft harus diputihkan untuk mendapatkan kertas putih. Pemutihan biasanya dilakukan dengan reaksi bertahap yang melibatkan klor dan natrium hidroksida. Limbah yang berbahaya akan dihasilkan dari proses pemutihan menggunakan senyawa klor yang terdeteksi sebagai Adsorbable Organic Halide (AOX). Usaha untuk mengurangi efek negatif proses pemutihan telah banyak usaha dilakukan diantaranya dengan pemutihan sistem Elemental Chlorine Free (ECF) dan Totally Chlorine Free (TCF). Pada pemutihan ECF menggunakan senyawa klordioksida, sementara pada TCF menggunakan senyawa selain klor untuk memutihkan pulp. Salah satu bahan pemutih yang ramah lingkungan adalah enzim pendegradasi lignin. Enzim pendegradasi lignin yang telah banyak digunakan dalam industri pulp dan kertas adalah lakase. Penelitian ini difokuskan pada produksi lakase untuk proses pemutihan pulp. Pada penelitian ini dilakukan empat tahapan penelitian yaitu (a) pemilihan spesies jamur untuk produksi lakase, (b) pemilihan media imobilisasi, (c) produksi lakase dalam bioreaktor imersi termodifikasi dan (d) penggunaan enzim kasar lakase untuk pemutihan pulp kimia. Penelitian pemilihan jamur menunjukkan bahwa Marasmius sp. mempunyai pertumbuhan dan kemampuan delignifikasi yang lebih baik daripada Trametes hirsuta. Laju rata-rata pertumbuhan koloni Marasmius sp. sebesar 20,68 mm/hari, nilai ini lebih tinggi daripada Trametes hirsuta sebesar 14,17 mm/hari. Laju pertumbuhan koloni arah radial Marasmius sp. (25,05 mm/hari) juga lebih tinggi daripada Trametes hirsuta (17,45 mm/hari). Demikian pula untuk laju pertumbuhan spesifik Marasmius sp. (2,06/hari) lebih tinggi daripada Trametes hirsuta (1,33/hari). Pada uji degradasi lignin menunjukkan bahwa Marasmius sp. mampu mendegradasi lignin dalam medium agar secara sempurna setelah 60 hari inkubasi. Sedangkan Trametes hirsuta menunjukkan aktivitas yang kurang efektif walaupun kedua jamur tersebut menghasilkan enzim ekstraseluler. Berdasarkan hasil ini maka Marasmius sp. dipilih untuk penelitian selanjutnya. Penelitian pertumbuhan Marasmius sp. pada media imobilisasi dilakukan untuk memilih bahan terbaik sebagai media imobilisasi Marasmius sp. dalam kultur rendam berkala. Pemilihan dilakukan terhadap medium sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami (bulustru/luffa). Penentuan media yang dipilih berdasarkan pengamatan visual pertumbuhan jamur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bulustru merupakan media terbaik untuk pertumbuhan Marasmius sp. Dengan demikian bulustru dipilih sebagai media imobilisasi Marasmius sp. Penelitian produksi lakase dari Marasmius sp. yang terimobilisasi menggunakan bulustru dalam bioreaktor imersi berkala termodifikasi dilakukan untuk mempelajari pengaruh variasi waktu imersi. Waktu imersi yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 menit, 12 jam dan 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu imersi 12 jam menghasilkan lakase dengan aktivitas paling tinggi. Aktivitas lakase maksimum yang diperoleh pada waktu imersi 12 jam adalah 457,6 U/l, lebih tinggi dibandingkan waktu imersi 15 menit (348,4 U/l) dan waktu imersi 24 jam (281,9 U/l). Namun, waktu imersi 12 jam tidak menunjukkan produktivitas kultur tertinggi. Variasi waktu 15 menit menghasilkan produktivitas kultur tertinggi (348,4 U/l/hari), kemudian berikutnya adalah waktu imersi 24 jam (281,9 U/l/hari) dan waktu imersi 12 jam (152,5 U/l/hari). Aktivitas lakase pada siklus kedua untuk semua variasi waktu imersi menunjukkan bahwa aktivitas lakase yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan siklus pertama. Persentase penurunan tertinggi terjadi pada waktu imersi 24 jam (80,66%) selanjutnya diikuti oleh waktu imersi 12 jam (64,30%), dan 15 menit (3,83%). Penurunan aktivitas lakase pada siklus kedua diperkirakan karena adanya enzim lain (kemungkinan besar adalah selulase). Aktivitas lakase dapat juga dinyatakan dengan Unit per mg total protein (U/mg protein). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas lakase yang dihasilkan pada siklus pertama lebih tinggi daripada siklus kedua. Aktivitas lakase pada siklus pertama untuk waktu imersi 12 jam adalah 7,46 U/(mg protein), waktu imersi 15 menit adalah 3,49 U/(mg protein), dan waktu imersi 24 jam adalah 2,57 U/(mg protein). Penurunan aktivitas lakase pada siklus kedua untuk waktu imersi 15 menit, 12 jam dan 24 jam masing-masing adalah 58,08%; 82,24%; 91,68%. Penelitian penggunaan lakase untuk pemutihan pulp menunjukkan bahwa perlakuan awal menggunakan enzim kasar lakase menghasilkan peningkatan derajat putih pulp yang masih terbatas. Perlakuan ini dilaksanakan dengan dan tanpa ABTS sebagai mediator. Pemutihan pulp menggunakan enzim kasar dengan bantuan ABTS selama 6 jam dan suhu 45°C dapat meningkatkan derajat putih sebesar 2,8 poin. Sedangkan pada kondisi yang sama namun tanpa penambahan ABTS dapat meningkatkaan derajat putih 0,7 poin. Hal ini menunjukkan bahwa pengunaan ABTS dapat meningkatkan proses pemutihan. Sementara penggunaan enzim kasar selama 6 hari dapat meningkatkan derajat putih sebesar 5,3 poin. Analisis distribusi serat sebelum dan sesudah perlakuan awal penggunaan enzim selama 6 hari mengakibatkan adanya pemotongan serat yang cukup banyak, kemungkinan disebabkan oleh selulase. Sedangkan pada penggunaan ABTS tidak terlalu banyak terjadi pemotongan serat. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan produksi lakase untuk mendapatkan aktivitas yang lebih tinggi dan mengurangi adanya selulase.