digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

33218009 Baud Haryo Prananto.pdf
PUBLIC Dessy Rondang Monaomi

Dalam perkembangan teknologi komunikasi seluler, terutama pada teknologi LTE dan 5G, ada kecenderungan untuk menggunakan spektrum frekuensi yang semakin tinggi. Jika pada LTE masih terbatas sampai maksimum 3 GHz, pada 5G sudah distandarkan spektrum frekuensi sampai 52 GHz. Penggunaan frekuensi tinggi ini didasarkan masalah ketersediaan kanal spektrum dan kemampuan spektrum gelombang frekuensi tinggi yang dapat membawa data dengan semakin cepat. Namun demikian, penggunaan spektrum gelombang frekuensi tinggi mengakibatkan ukuran cell menjadi semakin kecil karena jangkauan gelombang semakin pendek. Penerapan cell kecil (small cell) mengharuskan operator menerapkan banyak cell untuk memberikan layanan pada suatu area. Penerapan cell kecil yang banyak ini memang memberikan keuntungan dalam hal kecepatan data dan kapasitas jaringan. Namun untuk pengguna yang banyak bergerak (high mobility users), seperti pengguna di dalam kendaraan, mereka harus banyak melakukan handover setiap kali berpindah dari satu cell ke cell lainnya. Aktivitas handover ini menimbulkan delay dan potensi hilangnya data pada pengguna yang bergerak. Hal ini disebabkan karena base station yang sedang melayani pengguna (source BTS) harus berkomunikasi dengan elemen jaringan lain, seperti base station yang menjadi tujuan handover (target BTS) atau MME di jaringan inti (core network), untuk berkoordinasi demi memindahkan pengguna ke sel lain. Beban komunikasi signaling dalam jaringan transport juga bertambah jika banyak terjadi handover. Delay dan potensi hilangnya data karena handover dapat dicegah dengan berbagai cara. Ada metode yang mengurangi aktivitas handover, atau bahkan menghilangkan handover sama sekali, seperti implementasi heterogenous network (small cell yang dipayungi macro cell dalam lokasi yang sama) atau teknologi Single Frequency Network (beberapa cell yang berbeda menggunakan identitas yang sama, sehingga dianggap cell yang sama). Ada pula metode yang mengurangi delay dan meningkatkan keandalan pada setiap aktivitas handover. Studi menunjukkan bahwa meningkatkan keandalan handover paling baik dilakukan dengan pemilihan target cell yang tepat sehingga mengurangi kemungkinan kegagalan transmisi setelah handover dilakukan. Algoritma handover tradisional cukup andal untuk menentukan target cell dalam kondisi jaringan yang ideal, namun untuk beberapa kasus jaringan non-ideal, algoritma ini banyak mengalami kegagalan. Pada riset ini telah dilakukan penelitian untuk meningkatkan keandalan handover dengan memanfaatkan Near Real-time Radio Intelligent Controller (Near-RT RIC), suatu elemen baru berdasarkan standar Open Radio Access Network (O-RAN). Di dalam Near-RT RIC terdapat algoritma machine learning yang dapat membantu menentukan target cell terbaik pada proses handover. Dilakukan pula simulasi pada jaringan non-ideal untuk membuktikan kegunaan Near-RT RIC dalam meningkatkan keandalan handover. Keandalan diukur dengan tingkat keberhasilan transmisi data setelah terjadi handover. Metode yang digunakan untuk menentukan target cell di dalam Near-RT RIC adalah vector autoregression (VAR), Multi-Layer Perceptron (MLP) neural network, dan Long Short-Term Memory (LSTM) neural network. Metode-metode ini diuji dalam beberapa simulasi jaringan non-ideal dan terbukti mampu meningkatkan tingkat keberhasilan transmisi data dibandingkan dengan algoritma handover tradisional. Di dalam simulasi yang telah dilakukan dalam penelitian ini, terbukti bahwa dalam kondisi non-ideal, yaitu suatu jaringan dengan coverage hole, tingkat keberhasilan transmisi data dalam kasus handover menggunakan algoritma handover tradisional hanya mencapai 86,2%. Artinya ada kemungkinan proses handover menggagalkan transmisi data jika target cell ditentukan menggunakan algoritma handover tradisional. Ketika target cell ditentukan oleh Near-RT RIC, tingkat keberhasilan transmisi data meningkat sampai 95,3% jika menggunakan VAR, 91,9% menggunakan MLP-NN, dan 97,6% menggunakan LSTM-NN. Namun demikian, masih ada tantangan dalam kompleksitas algoritma dan kecepatan pengolahan data yang menjadi ruang pengembangan bagi riset berikutnya.