digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Fenomena gerak sangat lekat terjadi di sekitar kita dari mulai skala makroskopik sampai ke nano. Memahami bagaimana objek di alam ini bergerak menjadi ketertarikan tersendiri dan menjadi inspirasi dalam pengaplikasian di berbagai teknologi modern. Salah satu fenomena gerak yang menarik dan menjadi bagian disertasi ini adalah model gerak pada lalu lintas atau sistem transportasi. Ketidakefisienan dalam transportasi menjadi salah satu masalah bersama yang harus dicari penyelesaiannya. Meningkatnya kebutuhan perjalanan seiring dengan pertumbuhan potensi ekonomi dan kepadatan penduduk akan membebani infrastruktur jalan raya. Peningkatan jumlah kendaraan yang jauh melebihi perluasan jalan mengakibatkan tingkat kemacetan yang tinggi di berbagai jalur jalan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di berbagai aspek seperti ketidakefisienan energi, polusi udara dan suara, bertambahnya biaya dan waktu perjalanan serta mengurangi keselamatan perjalanan. Transisi lalu lintas dari arus lengang ke keadaan sangat macet terjadi setiap hari di kota-kota padat penduduk, dan memperburuk efisiensi sistem. Berbagai kebijakan di masing-masing wilayah diterapkan untuk mewujudkan transportasi yang efektif, diantaranya pemberlakuan aturan satu arah, pembuatan jalan layang (Fly Over) sampai dengan smart vehicle dikaji guna menangani lalu lintas yang semakin padat dan tidak efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep alternatif untuk menggambarkan rata-rata kemacetan lalu lintas di beberapa kota berpenduduk di seluruh dunia dari konsep baru, yaitu perkolasi lanskap. Melihat pentingnya informasi spasial (geometri, topologi, dan morfologi), beberapa peneliti telah mengeksplorasi informasi spasial dan menghubungkannya dengan jaringan jalan, topologi jaringan dan termotivasi untuk memberikan elemen baru dalam sistem perencanaan kota yang efektif. Selain diperlukan informasi spasial, pendekatan perkolasi menjadi satu solusi untuk menjawab dan mempelajari pembentukan jaringan dan pemisahannya. Sejauh ini, perkolasi telah banyak dipelajari untuk memperkirakan kegagalan pengelolaan lalu lintas, guna merencanakan dan membangun jaringan lalu lintas yang efektif. Sebagai masukan ilmiah, ini dapat sangat berguna bagi perencana dan pembuat kebijakan dalam perencanaan kota dan pengelolaan lahan. Dari latar belakang ini, perkolasi berbasis lanskap kota menjadi bahasan yang menarik dalam mengkaji pengaruhnya terhadap kemacetan lalu lintas. Dalam studi ini, Rasio ukuran luas wilayah pemukiman dengan lebar jalan merupakan parameter mendasar yang mengontrol kemacetan lalu lintas. Model yang dikembangkan kemudian dibandingkan dengan data yang diambil dari beberapa kota berpenduduk di seluruh dunia (data diambil dari gambar Google Earth) dan menunjukkan hasil yang konsisten. Selain itu, model juga dibandingkan dengan data kemacetan lalu lintas rata-rata tahunan yang diakui yaitu data tingkat kemacetan Tomtom dan indeks lalu lintas Numbeo. Hasil yang didapat adalah menemukan kriteria untuk lanskap kota yang membuat kota dianggap macet atau lengang. Teridentifikasi dari hasil penelitian bahwa kondisi kemacetan dalam sebuah kota sangat bergantung pada rasio area pemukiman terhadap lebar jalan. Setelah mendefinisikan fraksi area jalan, diperoleh kriteria yang memisahkan kotakota macet dan tidak macet, yaitu fraksi area di sekitar 0,1. Kota dengan fraksi area yang bernilai kurang dari 0,1 diklasifikasikan sebagai kota macet, sedangkan kota dengan fraksi area di atas 0,1 diklasifikasikan sebagai kota yang lengang. Model ini juga menjelaskan dengan sangat baik konsistensi data yang diukur dengan berbagai laporan tentang tingkat kemacetan (seperti tingkat kemacetan Tomtom yang diakui atau indeks lalu lintas Numbeo) dari beberapa kota-kota padat/berpenduduk di seluruh dunia. Temuan-temuan ini dapat membantu dalam merancang kota-kota baru atau mendesain ulang infrastruktur kota-kota padat penduduk, misalnya untuk memutuskan berapa ukuran maksimum area perumahan dan seberapa lebar jalannya. Bagian kedua dari disertasi ini membahas bagaimana fenomena gerak pada osilasi ekor panjang pada layang-layang dalam sudut pandang fisika. Saat melihat ekor layang-layang yang sangat panjang seperti saat musim festival, terkadang ekor si layang-layang berosilasi tertiup angin dan terkadang juga mempertahankan bentuk yang statis. Ada sebuah kemiripan formulasi fungsi Bessel terhadap profil ekor layang-layang dan sudut penyimpangan saat ekor tersebut bergerak ke arah ujung bebas (bawah). Profil ekor layang-layang dapat didekati dari fungsi Bessel orde nol dimana titik asal koordinat berada di bagian bawah ekor. Dalam makalah ini, kami menurunkan persamaan sederhana untuk menjelaskan profil ekor secara kualitatif di bawah angin horizontal. Kami membahas tiga kemungkinan keadaan: pelekukan statis (static bending), osilasi dengan simpangan kecil di sekitar sumbu vertikal, dan osilasi dengan simpangan kecil di sekitar keadaan lekuk (bending). Kami menemukan bahwa penyimpangan dari osilasi kecil memenuhi fungsi Bessel orde nol dari jenis pertama. Fenomena gerak layang-layang ini menarik untuk dibahas karena memiliki potensi aplikasi yang luas, disamping menjadi pengetahuan fisika selain itu juga berpotensi sebagai penghasil tenaga listrik.