Fenomena gerak sangat lekat terjadi di sekitar kita dari mulai skala makroskopik
sampai ke nano. Memahami bagaimana objek di alam ini bergerak menjadi
ketertarikan tersendiri dan menjadi inspirasi dalam pengaplikasian di berbagai
teknologi modern. Salah satu fenomena gerak yang menarik dan menjadi bagian
disertasi ini adalah model gerak pada lalu lintas atau sistem transportasi.
Ketidakefisienan dalam transportasi menjadi salah satu masalah bersama yang
harus dicari penyelesaiannya. Meningkatnya kebutuhan perjalanan seiring dengan
pertumbuhan potensi ekonomi dan kepadatan penduduk akan membebani
infrastruktur jalan raya. Peningkatan jumlah kendaraan yang jauh melebihi
perluasan jalan mengakibatkan tingkat kemacetan yang tinggi di berbagai jalur
jalan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di berbagai aspek seperti
ketidakefisienan energi, polusi udara dan suara, bertambahnya biaya dan waktu
perjalanan serta mengurangi keselamatan perjalanan. Transisi lalu lintas dari arus
lengang ke keadaan sangat macet terjadi setiap hari di kota-kota padat penduduk,
dan memperburuk efisiensi sistem. Berbagai kebijakan di masing-masing wilayah
diterapkan untuk mewujudkan transportasi yang efektif, diantaranya pemberlakuan
aturan satu arah, pembuatan jalan layang (Fly Over) sampai dengan smart vehicle
dikaji guna menangani lalu lintas yang semakin padat dan tidak efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep alternatif untuk
menggambarkan rata-rata kemacetan lalu lintas di beberapa kota berpenduduk di
seluruh dunia dari konsep baru, yaitu perkolasi lanskap. Melihat pentingnya
informasi spasial (geometri, topologi, dan morfologi), beberapa peneliti telah
mengeksplorasi informasi spasial dan menghubungkannya dengan jaringan jalan,
topologi jaringan dan termotivasi untuk memberikan elemen baru dalam sistem
perencanaan kota yang efektif. Selain diperlukan informasi spasial, pendekatan
perkolasi menjadi satu solusi untuk menjawab dan mempelajari pembentukan
jaringan dan pemisahannya. Sejauh ini, perkolasi telah banyak dipelajari untuk
memperkirakan kegagalan pengelolaan lalu lintas, guna merencanakan dan
membangun jaringan lalu lintas yang efektif. Sebagai masukan ilmiah, ini dapat sangat berguna bagi perencana dan pembuat kebijakan dalam perencanaan kota dan
pengelolaan lahan. Dari latar belakang ini, perkolasi berbasis lanskap kota menjadi
bahasan yang menarik dalam mengkaji pengaruhnya terhadap kemacetan lalu
lintas.
Dalam studi ini, Rasio ukuran luas wilayah pemukiman dengan lebar jalan
merupakan parameter mendasar yang mengontrol kemacetan lalu lintas. Model
yang dikembangkan kemudian dibandingkan dengan data yang diambil dari
beberapa kota berpenduduk di seluruh dunia (data diambil dari gambar Google
Earth) dan menunjukkan hasil yang konsisten. Selain itu, model juga dibandingkan
dengan data kemacetan lalu lintas rata-rata tahunan yang diakui yaitu data tingkat
kemacetan Tomtom dan indeks lalu lintas Numbeo. Hasil yang didapat adalah
menemukan kriteria untuk lanskap kota yang membuat kota dianggap macet atau
lengang. Teridentifikasi dari hasil penelitian bahwa kondisi kemacetan dalam
sebuah kota sangat bergantung pada rasio area pemukiman terhadap lebar jalan.
Setelah mendefinisikan fraksi area jalan, diperoleh kriteria yang memisahkan kotakota macet dan tidak macet, yaitu fraksi area di sekitar 0,1. Kota dengan fraksi area
yang bernilai kurang dari 0,1 diklasifikasikan sebagai kota macet, sedangkan kota
dengan fraksi area di atas 0,1 diklasifikasikan sebagai kota yang lengang. Model ini
juga menjelaskan dengan sangat baik konsistensi data yang diukur dengan berbagai
laporan tentang tingkat kemacetan (seperti tingkat kemacetan Tomtom yang diakui
atau indeks lalu lintas Numbeo) dari beberapa kota-kota padat/berpenduduk di
seluruh dunia. Temuan-temuan ini dapat membantu dalam merancang kota-kota
baru atau mendesain ulang infrastruktur kota-kota padat penduduk, misalnya untuk
memutuskan berapa ukuran maksimum area perumahan dan seberapa lebar
jalannya.
Bagian kedua dari disertasi ini membahas bagaimana fenomena gerak pada osilasi
ekor panjang pada layang-layang dalam sudut pandang fisika. Saat melihat ekor
layang-layang yang sangat panjang seperti saat musim festival, terkadang ekor si
layang-layang berosilasi tertiup angin dan terkadang juga mempertahankan bentuk
yang statis. Ada sebuah kemiripan formulasi fungsi Bessel terhadap profil ekor
layang-layang dan sudut penyimpangan saat ekor tersebut bergerak ke arah ujung
bebas (bawah). Profil ekor layang-layang dapat didekati dari fungsi Bessel orde nol
dimana titik asal koordinat berada di bagian bawah ekor. Dalam makalah ini, kami
menurunkan persamaan sederhana untuk menjelaskan profil ekor secara kualitatif
di bawah angin horizontal. Kami membahas tiga kemungkinan keadaan: pelekukan
statis (static bending), osilasi dengan simpangan kecil di sekitar sumbu vertikal,
dan osilasi dengan simpangan kecil di sekitar keadaan lekuk (bending). Kami
menemukan bahwa penyimpangan dari osilasi kecil memenuhi fungsi Bessel orde
nol dari jenis pertama. Fenomena gerak layang-layang ini menarik untuk dibahas
karena memiliki potensi aplikasi yang luas, disamping menjadi pengetahuan fisika
selain itu juga berpotensi sebagai penghasil tenaga listrik.