Durasi perjalanan yang lama dan kondisi pekerjaan yang monoton adalah beberapa
faktor yang dapat menyebabkan masalah kantuk pada masinis di Divisi Regional
(Divre) IV, Tanjungkarang, Lampung. PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah
menetapkan kebijakan waktu bekerja masinis maksimal selama 8 jam per hari.
Namun, kebijakan tersebut belum didasarkan pada penelitian yang lebih lanjut.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat
kantuk masinis di Divre IV sebagai dasar dalam merumuskan berbagai kebijakan.
Pada penelitian ini, kantuk dievaluasi berdasarkan 4 hal, yaitu durasi kedipan,
frekuensi kedipan, video rating, dan Karolinska Sleepiness Scale (KSS). Partisipan
penelitian terdiri dari 20 masinis Divre IV yang bekerja pada 2 shift, yaitu shift 1
(pukul 06.00 – 18.00) dan shift 2 (pukul 18.00 – 06.00). Video kamera dipasang di
lokomotif untuk merekam masinis selama melakukan dinas. Data video kamera
diolah untuk memperoleh durasi kedipan, frekuensi kedipan, dan video rating.
Pengisian KSS juga dilakukan di awal, pertengahan, dan akhir dinas masinis. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor waktu saat bekerja (time of
day) dan lama waktu bekerja (time on task) yang memengaruhi tingkat kantuk
masinis. Masinis lebih mengantuk pada shift 2 dan indikasi kantuk mulai terlihat 3
– 5 jam setelah mulai dinas. Kejadian microsleep juga banyak terjadi pada time on
task yang sama untuk shift 2. Berdasarkan tren rata-rata durasi kedipan, time on task
selama 5 jam di shift 2 sudah mencapai nilai ambang batas kantuk. Pada penelitian
ini, durasi kedipan memiliki hubungan korelasi yang signifikan dengan video rating
dan KSS. Namun, hubungan korelasi yang signifikan tidak ditemukan antara
frekuensi kedipan dengan variabel lainnya. Beberapa solusi yang dapat diterapkan
oleh PT KAI adalah meningkatkan durasi serta kualitas tidur masinis melalui
perbaikan SOP Griya Karya, mengembangkan serta menerapkan real-time fatigue
monitoring system, dan memperbaiki kebijakan mengantre kereta api.