digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Qisthyna Salimi
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan

Masyarakat kuno sangat bergantung pada kalender untuk menandai berlalunya waktu dan memahami siklus musiman yang penting untuk perencanaan pertanian. Etnoastronomi, studi tentang bagaimana budaya memahami dan menafsirkan fenomena langit, memberikan wawasan berharga tentang bagaimana peradaban kuno menggunakan rasi bintang dan mengidentifikasi pola yang berulang untuk memandu praktik pertanian mereka seperti mengantisipasi saat-saat penting untuk bercocok tanam, pemeliharaan ladang, atau melindungi tanaman dari potensi tantangan lingkungan. Hal ini dilakukan juga oleh masyarakat adat di nusantara, salah satunya masyarakat Kanekes di Provinsi Banten yang lebih dikenal secara umum dengan sebutan Suku Baduy. Mayoritas masyarakat Kanekes memiliki mata pencaharian ngahuma (ladang berpindah) dan mereka menggunakan bintang Kidang (sabuk Orion) untuk menentukan awal tahun serta menggunakan 4 rumus Kidang sebagai patokan waktu penggarapan huma. Selain menggunakan bintang Kidang, mereka juga menggunakan kalender pertanian yang integral dengan kegiatan upacara adat. Dalam hal ini, masyarakat Kanekes setiap tahunnya melaksanakan 5 upacara adat yaitu ngukus, ngawalu, muja, ngalaksa, dan seba dalam rangka menaati pikukuh karuhun. Dari kedua hal di atas, penulis akan mempelajari aturan yang diterapkan pada sistem kalender adat Baduy khususnya pada aspek astronomis dalam konteks pertanian. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara dengan tokoh adat di Desa Cibeo (Baduy Dalam) dan melakukan studi literatur. Diperoleh hasil bahwa ditemukan adanya pergeseran awal tahun penanggalan kalender mereka di setiap tahunnya karena penyusunan kalender mereka dilakukan dengan mempertimbangkan banyak aspek di antaranya perputaran rasi bintang, posisi Matahari, ketepatan tanggal 1 bulan pertama dengan hari baik, serta yang paling utama adalah ketepatan waktu pelaksanaan upacara Kawalu yang sebelumnya bisa dipengaruhi waktu panen yang sangat berkaitan dengan cuaca (kekeringan), faktor ekologis, dan bencana alam (letusan Krakatau).