COVID-19 berpotensi untuk menjadi penyakit endemi, oleh karena itu penemuan obat antivirus baru masih akan diperlukan. Salah satu protein yang dapat menjadi target pengobatan antivirus adalah protein nukleokapsid dari SARS-CoV-2 karena sifatnya yang lestari. Di lain sisi, Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam tinggi dan berpotensi untuk menemukan obat baru. Namun, penelitian untuk antivirus memerlukan laboratorium BSL-3 yang jumlahnya masih sedikit di Indonesia. Adapun alternatif yang dapat digunakan adalah menggunakan dimer-based screening system (DBSS) yang merupakan sistem penapisan high-throughput dengan chassis berupa E. coli sebagai langkah sebelum pengujian terhadap virus secara langsung dalam laboratorium BSL-3. Oleh karena itu, dalam penelitian ini DBSS dikembangkan menjadi kit yang dapat digunakan dalam laboratorium non-BSL-3 di Indonesia. Dalam pembuatan kit ini, dilakukan perancangan dan produksi dalam skala laboratorium. Bakteri E. coli BL21(DE3) rekombinan sistem DBSS dengan target C-terminal domain protein nukleokapsid SARS-CoV-2 (CTD) diliofilisasi, selanjutnya dilakukan pengujian viabilitas dari sel bakteri dan validasi sistem DBSS. Liofilisasi dilakukan menggunakan tiga campuran lioprotektan, yaitu sukrosa, skim milk, dan trehalosa. Berdasarkan pengujian viabilitas dengan drop plate method, seluruh kultur bakteri memiliki viabilitas di atas 50% setelah penyimpanan selama enam bulan. Sementara itu, pengujian validasi sistem DBSS dilakukan dengan mengukur pendaran yang dihasilkan oleh sistem dan dibandingkan dengan kultur nonliofilisasi. Berdasarkan uji validasi sistem dengan menggunakan kontrol negatif sistem, yaitu plasmid DBSS tanpa gen pengkode domain dimerisasi (AraC) yang telah teruji sebelumnya,
maka pendaran AraC kurang stabil dan tidak dapat digunakan dalam kit yang dirancang. Sementara itu, berdasarkan uji dengan menggunakan senyawa kontrol positif, curcumin-carbon nanodots (Cu-NDs), maka CTD berhasil menapis senyawa dengan baik hingga bulan keenam pascaliofilisasi dengan penyimpanan pada suhu -20oC apabila diaktivasi secara langsung dari vial. CTD kultur vial dengan lioprotektan berupa trehalosa-sukrosa-skim milk (TSSM) menunjukkan pendaran terbaik, dengan 10 ppm Cu-NDs merupakan konsentrasi terbaik sebagai kontrol positif. Maka, dapat disimpulkan bahwa komponen kit berhasil ditentukan dengan kultur CTD diliofilisasi menggunakan lioprotektan TSSM dan diaktivasi secara langsung dari vial menunjukkan aktivitas terbaik setelah penyimpanan selama enam bulan pada suhu -20oC. Dengan demikian, kit DBSS yang telah dikembangkan terbukti berpotensi sebagai metode alternatif untuk menapis senyawa kandidat obat antivirus SARS-CoV-2 pada saat keterbatasan penggunaan BSL-3.