digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800








2023_TS_PP_DAVID_GINA_KIMARS_KETAREN_DAFUS.pdf
EMBARGO  2026-07-17 

2023_TS_PP_DAVID_GINA_KIMARS_KETAREN_LAMPIRAN.pdf
EMBARGO  2026-07-17 

Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah maritim yang luas dan mayoritas nelayannya adalah nelayan skala kecil. Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 2016, nelayan adalah individu yang mencari nafkah melalui penangkapan ikan. Nelayan Pemilik, yang juga dikenal sebagai Tauke, adalah mereka yang memiliki kapal penangkap ikan dan secara aktif terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan. Di sisi lain, Nelayan Buruh adalah nelayan yang menyumbangkan tenaganya untuk ikut serta dalam usaha penangkapan ikan. Berdasarkan Satria, A., Sjafei, D. S., Purnomo, H., dan Moeliono, M. kemandirian nelayan menjadi salah satu faktor penting dalam mencapai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Kemandirian nelayan diukur melalui indikator-indikator seperti pengetahuan dan keterampilan, akses terhadap sumber daya, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan kapasitas pengelolaan. Pemberdayaan nelayan merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menjalankan usaha perikanan dan bertahan di tengah kesulitan dengan lebih baik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kemandirian nelayan binaan tauke dan nelayan bebas di Natuna. Penelitian dilakukan secara kualitatif deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, focus group discussion (FGD), dan studi pustaka. Data yang diperoleh dilakukan uji keabsahan data melalui triangulasi. Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan langkah-langkah inetraktif mengikuti kaidah miles and hubberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengkategorian nelayan di Natuna berdasarkan peralatan, jenis ikan dan lama waktu berlayar dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Yaitu nelayan bagan, nelayan pancing dan nelayan bilis. Nelayan di Natuna memiliki pola hubungan yang terjalin antara nelayan dengan Tauke (Pemilik Kapal). Tauke disini (Natuna) menampung ikan dan turut berperan dalam rantai pasoknya, diantaranya turut berperan dalam pengiriman ke Jakarta. Ikan yang dikirim masih dalam bentuk ikan beku (non-olahan), namun jika terdapat permintaan untuk di fillet, maka dapat pula ikan difillet terlebih dahulu sebelum ikannya dikirim (sesuai permintaan). Jenis ikan yang disupply meliputi semua jenis ikan, bukan hanya ikan-ikan tertentu saja. Terdapat dua jenis kelompok nelayan di Natuna, yaitu kelompok nelayan bebas dan kelompok nelayan binaan tauke. Pendapatan rata-rata nelayan di Natuna dalam 1 bulan adalah minimal Rp 4.000.000,-. Dengan pendapatan tersebut, nelayan sudah mampu menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk upaya mendukung kegiatan operasional nelayan di Natuna, telah terdapat bantuan yang diperoleh Nelayan baik berupa pinjaman modal maupun perlengkapan kapal yang harus dikembalikan setelah selesai melaut. Baik nelayan binaan maupun nelayan bebas keduanya memiliki pola hubungan antara tauke dan nelayan yang berbeda. Nelayan binaan adalah nelayan yang umumnya terikat dengan pengusahanya dan harus menjual ikan ke pengusahanya, sehingga nelayan binaan mendapat bantuan fasilitas seperti perbaikan mesin, ransum, es ataupun keperluan lainnya. Adapun jenis nelayan bebas atau non binaan adalah nelayan yang tidak terikat dengan pengusaha, sehingga bebas menjual ikan kepada siapapun. Namun keperluan nelayan bebas tersebut juga tidak ditanggung oleh siapapun baik es maupun perlengkapan lain- lainnya. Dalam mewujudkan kemandirian nelayan di Natuna, perlu difokuskan pada aspek tingkat kemiskinan nelayan, ketersediaan modal serta kualitas SDM nelayan dan strategi keberlanjutan. Berdasarkan analisis penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kedua tipologi memiliki tingkat kemandirian yang cukup, terutama karena nelayan bebas mengandalkan modalnya sendiri dan nelayan binaan tauke yang walaupun mengandalkan modal orang lain namun bisa menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk hidup di atas garis kemiskinan.