Manosa dengan kemampuannya dalam berikatan dengan reseptornya dapat
menginduksi terjadinya endositosis maupun jalur persinyalan tertentu. Hal ini
menjadikan manosa berpotensi dimanfaatkan sebagai ligan penghantaran obat
tertarget. Penelitian terkait aktivitas obat saat ini terbatas pada studi in vitro yang
kurang menggambarkan kompleksitas komunikasi antar sel serta studi in vivo yang
memerlukan subjek hewan yang relatif banyak. Pada penelitian ini dikembangkan
metode Precision Cut Tissue Slices (PCTS) sebagai studi ex vivo yang
menjembatani studi in vitro dan in vivo. Proses pengirisan maupun inkubasi
jaringan dilakukan untuk menghasilkan jaringan yang tetap hidup. Viabilitas
jaringan diukur melalui kadar ATP per protein serta melalui pewarnaan dengan biru
tripan menghasilkan jaringan hati dan limpa tikus yang tetap hidup hingga inkubasi
selama 24 jam dengan viabilitas optimal pada kondisi 2 jam inkubasi. Pewarnaan
dengan hematoksilin-eosin menunjukkan keutuhan sel pada jaringan utuh dan irisan
jaringan hati dan limpa tikus. Pengujian terkait penghantaran protein terapeutik
menggunakan ligan manosa dilakukan secara imunohistokimia. Protein Abmb yang
terkonjugasi manosa dapat berikatan dengan reseptor manosa dilihat dari intensitas
fluoresensi yang turun hingga 80%. Pemodelan tikus steatosis juga berhasil
dilakukan dengan pemberian makanan tinggi lemak selama 7 hari dan dilanjutkan
pemberian etanol 5 g/kg berat badan secara intragastrik. Ekspresi reseptor manosa
meningkat pada hati tikus steatosis hingga 40%. Peningkatan ekspresi reseptor ini
berpotensi sebagai target penghantaran obat khususnya untuk penyakit steatosis dan
inflamasi.