digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penerapan demokrasi sebagai sebuah sistem politik di masa kini telah membawa pengaruh terhadap perubahan peran, fungsi dan kedudukan parlemen. Demokrasi telah kembali menempatkan posisi parlemen di dalam ruang kehidupan politik bernegara secara tepat dan benar yang di tandai dengan proses perubahan terhadap UUD 1945. Melalui amandemen UUD 1945 peran dan fungsi parlemen semakin di perkuat dan dipertegas kedudukannya, yakni salah satunya terlihat dari adanya penegasan fungsi pengawasan di dalam batang tubuh UUD hasil amandemen, yang sebelumnya tidak pernah ada. Fungsi pengawasan parlemen terhadap lembaga eksekutif sepenuhnya ditujukkan untuk memastikan akuntabilitas eksekutif. Salah satu peran dan ruang lingkup pengawasan yang penting untuk dilakukan parlemen (DPR) adalah melakukan pengawasan terhadap peran dan kinerja pemerintah di bidang pertahanan. Dalam bidang pertahanan dan keamanan tersebut, DPR memiliki kewajiban untuk menuntut tanggungjawab eksekutif atas perkembangan, pelaksanaan dan tinjauan kebijakan keamanan dan pertahanan, memeriksa dan menyetujui anggaran pertahanan dan keamanan, menyatakan perang dan keadaan darurat dan lainnya. Namun demikian, dalam praktiknya, pengawasan parlemen terhadap bidang pertahanan dan keamanan di masa reformasi ini masih lemah dan belum efektif. Lemahnya parlemen dalam mengawasi sektor pertahanan tersebut terpola menjadi; pertama, parlemen sama sekali tidak mengawasi kasus-kasus penyimpangan yang terkait dengan sektor pertahanan yang ada, kedua parlemen memang mengawasi dengan mempertanyakan kasus yang ada tetapi tidak menindaklanjutinya kearah sikap yang lebih tegas dan korektif kepada pemerintah sehingga tidak ada output dari proses pengawasan yang dilakukan, ketiga parlemen malah cenderung membiarkan bahkan menyetujui kasus yang ada, keempat parlemen terlambat untuk merespon dan menyikapi kasus-kasus yang ada. Belum efektifnya pengawasan parlemen terhadap bidang pertahanan tersebut di sebabkan oleh berbagai macam faktor kendala dan hambatan. Faktorfaktor tersebut meliputi; lemahnya kapasitas SDM anggota dewan, minimnya kualitas dan kuantitas staf ahli anggota DPR, faktor korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di DPR, faktor partai politik, banyaknya beban kerja anggota dewan, rendahnya tingkat kedisiplinan dan kemauan politik anggota dewan, minimnya kelompok oposisi yang ada di parlemen, dan terbatasnya anggaran untuk DPR. Dengan demikian, usaha untuk membangun pengawasan yang efektif terhadap sektor pertahanan harus di mulai dengan cara memperbaiki semua hambatan dan kendala yang ada. Beberapa langkah perbaikan itu diantaranya: mendorong reformasi partai politik, membangun mekanisme evaluasi dan koreksi yang lebih tegas di parlemen dalam upaya mendisiplinkan kehadiran anggota dewan, membentuk undang-undang tentang kebebasan informasi, penegakan hukum yang tidak tebang pilih, peningkatan kualitas anggota dewan dan staf ahli melalui berbagai pelatihan, dan meningkatkan kerjasaman dengan masyarakat sipil dalam usaha melakukan pengawasan terhadap sektor pertahanan.