Penerapan demokrasi sebagai sebuah sistem politik di masa kini telah
membawa pengaruh terhadap perubahan peran, fungsi dan kedudukan parlemen.
Demokrasi telah kembali menempatkan posisi parlemen di dalam ruang
kehidupan politik bernegara secara tepat dan benar yang di tandai dengan proses
perubahan terhadap UUD 1945. Melalui amandemen UUD 1945 peran dan fungsi
parlemen semakin di perkuat dan dipertegas kedudukannya, yakni salah satunya
terlihat dari adanya penegasan fungsi pengawasan di dalam batang tubuh UUD
hasil amandemen, yang sebelumnya tidak pernah ada.
Fungsi pengawasan parlemen terhadap lembaga eksekutif sepenuhnya
ditujukkan untuk memastikan akuntabilitas eksekutif. Salah satu peran dan ruang
lingkup pengawasan yang penting untuk dilakukan parlemen (DPR) adalah
melakukan pengawasan terhadap peran dan kinerja pemerintah di bidang
pertahanan. Dalam bidang pertahanan dan keamanan tersebut, DPR memiliki
kewajiban untuk menuntut tanggungjawab eksekutif atas perkembangan,
pelaksanaan dan tinjauan kebijakan keamanan dan pertahanan, memeriksa dan
menyetujui anggaran pertahanan dan keamanan, menyatakan perang dan keadaan
darurat dan lainnya.
Namun demikian, dalam praktiknya, pengawasan parlemen terhadap
bidang pertahanan dan keamanan di masa reformasi ini masih lemah dan belum
efektif. Lemahnya parlemen dalam mengawasi sektor pertahanan tersebut terpola
menjadi; pertama, parlemen sama sekali tidak mengawasi kasus-kasus
penyimpangan yang terkait dengan sektor pertahanan yang ada, kedua parlemen
memang mengawasi dengan mempertanyakan kasus yang ada tetapi tidak
menindaklanjutinya kearah sikap yang lebih tegas dan korektif kepada pemerintah
sehingga tidak ada output dari proses pengawasan yang dilakukan, ketiga
parlemen malah cenderung membiarkan bahkan menyetujui kasus yang ada,
keempat parlemen terlambat untuk merespon dan menyikapi kasus-kasus yang
ada.
Belum efektifnya pengawasan parlemen terhadap bidang pertahanan
tersebut di sebabkan oleh berbagai macam faktor kendala dan hambatan. Faktorfaktor
tersebut meliputi; lemahnya kapasitas SDM anggota dewan, minimnya
kualitas dan kuantitas staf ahli anggota DPR, faktor korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN) di DPR, faktor partai politik, banyaknya beban kerja anggota
dewan, rendahnya tingkat kedisiplinan dan kemauan politik anggota dewan,
minimnya kelompok oposisi yang ada di parlemen, dan terbatasnya anggaran
untuk DPR.
Dengan demikian, usaha untuk membangun pengawasan yang efektif
terhadap sektor pertahanan harus di mulai dengan cara memperbaiki semua
hambatan dan kendala yang ada. Beberapa langkah perbaikan itu diantaranya:
mendorong reformasi partai politik, membangun mekanisme evaluasi dan koreksi
yang lebih tegas di parlemen dalam upaya mendisiplinkan kehadiran anggota
dewan, membentuk undang-undang tentang kebebasan informasi, penegakan
hukum yang tidak tebang pilih, peningkatan kualitas anggota dewan dan staf ahli
melalui berbagai pelatihan, dan meningkatkan kerjasaman dengan masyarakat
sipil dalam usaha melakukan pengawasan terhadap sektor pertahanan.