digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ahmad Rifqi Muchtar
PUBLIC Alice Diniarti

Material termoelektrik dikembangkan dengan tujuan untuk memanfaatkan energi kalor buangan untuk dikonversi menjadi energi listrik. Usaha pengembangan tersebut di antaranya fokus pada pencarian komposisi material yang tepat untuk memperoleh properti termal dan elektrik optimal dalam mencapai performa termoelektrik terbaik. Performa material termoelektrik yang menjadi acuan adalah Figure of Merit dan Power Factor. Tin Telluride (SnTe) merupakan material yang mirip dengan Lead Telluride (PbTe) dengan kelebihan utama ramah lingkungan dan tidak beracun. Sifat intrinsik SnTe berupa jumlah pembawa muatan yang besar serta celah pita energi yang kecil menyebabkan performa termoelektriknya rendah. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan performa termoelektrik SnTe, di antaranya dengan cara doping. Logam-logam transisi seperti Vanadium, Seng, dan Mangan telah menunjukkan potensinya sebagai doping SnTe untuk meningkatkan performa termoelektrik. Sintesis material SnTe yang di doping dengan elemen logam transisi Titanium dan Zirkonium, menunjukkan semua sampel memiliki fase tunggal dengan struktur kristal kubik fcc. Karakterisasi termal menunjukkan bahwa doping menyebabkan penurunan konduktivitas termal. Karakterisasi elektrik menunjukkan bahwa doping menyebabkan penurunan konduktivitas elektrik dan kenaikan koefisien Seebeck. Pada Penelitian ini diperoleh dua komposisi material dengan performa terbaik yaitu Sn0.98Zr0.02Te dengan zT 0,58 dan Sn0.97Ti0.03Te dengan zT 0,52. Selanjutnya, dua komposisi codoping Sn0.88Ti0.03Mn0.09Te, dan Sn0.89Zr0.02Mn0.09Te telah disintesis. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai faktor daya mengalami kenaikan pada rentang suhu rendah namun stagnan pada rentang suhu tinggi. Meski demikian, proses codoping meningkatkan performa termoelektrik dengan kenaikan zTmax menjadi 0,72 untuk doping Ti-Mn dan menjadi 0,70 pada doping Zr-Mn Pengembangan shape stabilized phase change material (SSPCM) untuk aplikasi kenyamanan termal pada bangunan dihadapkan pada tantangan rendahnya konduktivitas termal PCM, penggunaan bahan ramah lingkungan, anti-rembes, serta kelayakan secara ekonomi. Penggunaan karbon aktif sebagai struktur penyangga telah terbukti pada berbagai penelitian dapat meningkatkan konduktivitas termal PCM. Penggunaan bahan-bahan terbarukan yang tersedia melimpah, serta metode sintesis yang sederhana dapat menjawab beberapa permasalahan tersebut. Untuk pertama kalinya dilaporkan penggunaan minyak kelapa dan karbon aktif batok kelapa sebagai prekursor untuk sintesis bio shape stabilized phase change materials (bioSSPCM). Meski kapasitas penyerapan dan entalpi pelelehan relatif rendah, namun metode sintesis pencampuran fisis sederhana terbukti andal dalam menghasilkan SSPCM yang stabil secara termal, anti-rembes, dan secara ekonomi relatif murah. Dalam penelitian ini juga telah dikonfirmasi bahwa untuk aplikasi SSPCM, tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan minyak kelapa untuk konsumsi maupun minyak kelapa untuk analisis laboratorium. Untuk memperdalam analisis, PCM octadecane dan karbon aktif dari arang juga digunakan sebagai prekursor SSPCM. Pencampuran octadecane dengan karbon aktif dengan metode pencampuran fisis sederhana menghasilkan SSPCM dengan potensi rembesan yang diduga disebabkan oleh rendahnya tegangan permukaan octadecane. Di samping itu keberadaan nanoporos ukuran submakro dan makro pada karbon aktif juga berpotensi menyebabkan rembesan akibat rendahnya gaya kapiler. Simulasi integrasi SSPCM pada selubung bangunan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak EnergyPlus 9.6. Dari hasil simulasi secara umum teramati bahwa penambahan SSPCM berpotensi menurunkan suhu ruang dan konsumsi listrik apabila ruang menggunakan AC. Perbandingan dengan penggunaan insulator menunjukkan bahwa pada cuaca Jakarta insulator menunjukkan hasil yang terbaik, namun, dalam hal penambahan ketebalan lapisan, bahan SSPCM menunjukkan efek yang paling signifikan. Pada cuaca Bandung, penggunaan PCM dan SSPCM menunjukkan efek yang lebih signifikan jika dibandingkan dengan cuaca Jakarta. Variasi posisi peletakan SSPCM menunjukkan peletakan pada dinding bagian luar memberikan hail penurunan suhu ruang dan konsumsi energi yang paling signifikan dibandingkan dua posisi lainnya (plafon dan massa internal). Penambahan ventilasi natural juga menunjukkan penurunan suhu ruang yang 2-3 oC. Pengujian penggeseran suhu lebur SSPCM, sejauh ini belum menunjukkan hasil yang positif terkait penurunan suhu maupun konsumsi energi.