digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Musim angin yang terjadi di Tomia, Wakatobi, berdampak pada terjadinya penumpukan sampah yang terdampar di daerah pesisir. Dahulu sampah-sampah tersebut dianggap sebagai harta karun bagi penduduk Tomia karena mereka dapat memanfaatkan temuan sampah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kegiatan inilah yang di sebut dengan Hedongka. Namun, sejak kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi dengan membeli barang-barang ditoko, penduduk tidak mengambil sampah di pesisir kembali. Sehingga sampah dipesisir pantai kemudian menumpuk. Sekelompok anak muda di Tomia Bernama Katutura mencoba menghidupkan semangat Hedongka kembali, dengan memanfaatkan sampah-sampah yang terdampar menjadi karya seni kolase. Dilatarbelakangi alasan itu perancangan karya in bertujuan untuk mengidentifikasi kembali pengolahan sampah melalui tradisi Hedongka yang dikemas dalam rancangan wahana animasi interaktif berbasis video mapping yang didalamnya terdapat prinsip 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, kemudian dilanjutkan dengan eksperimen dalam proses pembuatan karya. Data didapatkan melalui teknik analisis visual, studi dokumentasi, studi pustaka dan interview. Dengan perkembangan teknologi, pemanfaatan media interaktif yang bersifat partisipatoris dapat memperkaya wahana ini. Pengunjung dapat membuat setiap karakter yang akan ditampilkan pada video mapping dengan cara memindai 5 Qr sampah yang tersebar dan terdapat sensor pada setiap dinding yang akan mempengaruhi pergerakan setiap karakter. Hal ini menjadi alternatif untuk mengkomunikasikan Filosofi Hedongka secara lebih mudah dan atraktif kepada generasi millenial.