Musim angin yang terjadi di Tomia, Wakatobi, berdampak pada terjadinya penumpukan
sampah yang terdampar di daerah pesisir. Dahulu sampah-sampah tersebut dianggap sebagai
harta karun bagi penduduk Tomia karena mereka dapat memanfaatkan temuan sampah tersebut
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kegiatan inilah yang di sebut dengan Hedongka.
Namun, sejak kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi dengan membeli barang-barang
ditoko, penduduk tidak mengambil sampah di pesisir kembali. Sehingga sampah dipesisir
pantai kemudian menumpuk. Sekelompok anak muda di Tomia Bernama Katutura mencoba
menghidupkan semangat Hedongka kembali, dengan memanfaatkan sampah-sampah yang
terdampar menjadi karya seni kolase. Dilatarbelakangi alasan itu perancangan karya in
bertujuan untuk mengidentifikasi kembali pengolahan sampah melalui tradisi Hedongka yang
dikemas dalam rancangan wahana animasi interaktif berbasis video mapping yang didalamnya
terdapat prinsip 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif, kemudian dilanjutkan dengan eksperimen dalam proses pembuatan karya. Data
didapatkan melalui teknik analisis visual, studi dokumentasi, studi pustaka dan interview.
Dengan perkembangan teknologi, pemanfaatan media interaktif yang bersifat partisipatoris
dapat memperkaya wahana ini. Pengunjung dapat membuat setiap karakter yang akan
ditampilkan pada video mapping dengan cara memindai 5 Qr sampah yang tersebar dan
terdapat sensor pada setiap dinding yang akan mempengaruhi pergerakan setiap karakter. Hal
ini menjadi alternatif untuk mengkomunikasikan Filosofi Hedongka secara lebih mudah dan
atraktif kepada generasi millenial.