Dalam konteks pembangunan, transportasi mempunyai peranan penting dalam terjadinya interaksi antar wilayah. suatu wilayah akan berkembang jika terjadi dinamika perpindahan manusia dan barang. Keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh lancar tidaknya proses perpindahan ini. Dari ketiga elemen penting transportasi (kendaraan, jaringan, dan kapasitas penyimpanan), meski sangat mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat dan pembangunan perkotaan, studi tentang parkir sering terabaikan. Di berbagai kota di dunia, parkir turut menjadi isu pembangunan yang melibatkan perencanaan kota dan sumber daya manusia. Dibandingkan parkir off-street, parkir di tepi jalan (on-street) menjadi isu yang cukup kompleks di berbagai kota di dunia. Sebagai salah satu barang publik, parkir on-street dikelola melalui serangkaian kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di kota Bandung permasalahan parkir berkutat di seputar banyaknya juru parkir ilegal, manipulasi karcis oleh juru parkir, dan penarikan retribusi parkir yang belum optimal. Konsep electronic parking (e- parking) melalui teknologi terminal parkir elektronik (TPE) yang dicanangkan sejak tahun 2013 pada kenyataannya belum mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya belum cukup mampu untuk melihat bagaimana asosiasi antara unsur manusia (sosio) dan mesin TPE (teknis). Kebijakan pengelolaan parkir sudah seharusnya melibatkan pemahaman mendalam tentang peran yang ‘dimainkan’ manusia dan juga peran perangkat- perangkat yang terlibat dalam pengelolaan parkir itu sendiri. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan peran kedua faktor tersebut secara asosiatif/relasional dalam perspektif Actor-Network Theory. Dengan menggunakan metode kualitatif, data yang diperoleh bersumber dari wawancara, pengamatan, serta berbagai sumber dari internet yang berkaitan dengan proses pengelolaan parkir di jalan Braga yang merupakan “etalase” Kota Bandung yang terletak di zona pusat kota dengan tingkat aktivitas yang tinggi. Hasil analisis data menunjukkan gambaran praktik pengelolaan parkir on-street yang melibatkan entitas-entitas manusia dan non- manusia yang beragam. Di masa kemunculannya pengelolaan parkir merupakan merupakan jasa layanan keamanan dalam menjaga kendaraan yang kemudian mulai bergeser makna dan fungsinya menjadi sektor yang diandalkan sebagai pendapatan pemerintah. Pergeseran pemanfaatan mesin TPE sebagaimana yang dikonsepsikan sebagai akibat dari luputnya relasi-relasi yang dibangun oleh aktor-aktor dalam mencapai tujuan konsepsi awal dihadirkannya teknologi ini. Disarankan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pelayanan publik selayaknya memperhatikan
asosiasi-asosiasi heterogen antara aktor-aktor manusia dan non-manusia, serta kalkulasi dan serangkaian translasi yang terjadi melalui asosiasi heterogen tersebut. Penelitian lanjutan dapat diperluas dengan melibatkan sudut pandang dari masyarakat pengguna parkir, serta dilakukan di lokasi dengan karakteristik wilayah yang memiliki fungsi yang lebih beragam.