Konsep sustainable dalam industri tekstil dan fesyen pada saat ini mengarahkan
kembali pada tren penggunaan zat warna alami, hal ini untuk meningkatkan
kesadaran pada industri tekstil dan fesyen yang mulai mencari cara untuk
mengurangi masalah yang sedang terjadi dengan cara penggunaan alternatif zat
warna yang lebih ramah lingkungan, dengan produksi yang tepat guna, efisien,
tidak bersifat karsinogenik, dan tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, mikroalga adalah
salah satu penghasil pigmen yang memiliki potensi besar untuk menjadi alternatif
zat warna tekstil. Penelitian ini menggunakan dua jenis mikroalga yaitu Spirulina
platensis dan Haematococcus pluvialis dengan larutan pengental guar gum dan
alginat, serta menggunakan teknik shibori sebagai teknik pengaplikasian motif pada
media tekstil (serat alam). Beberapa keuntungan dari proses pengolahan zat warna
alami dari pigmen mikroalga yaitu produksi yang lebih murah, proses panen dan
ekstraksi yang mudah, ketersediaan bahan baku yang dapat dibudidayakan, dan
tidak perlu menunggu musim panen yang cukup lama seperti pada zat pewarna
berbahan dasar tanaman lainnya. Spirulina menghasilkan pigmen hijau-biru
(fikosianin), sedangkan Haematococcus menghasilkan pigmen jingga-merah
(astaxanthin). Pengujian tahan luntur di Lab Balai Besar Tekstil dilakukan untuk
mengetahui kekuatan dan karakteristik pada kedua mikroalga. Dengan potensi yang
begitu besar, pewarna dari mikroalga ini diharapkan dapat menjadi alternatif
pewarna tekstil alami yang lebih sustainable.