Peningkatan jumlah kendaraan bermotor listrik (KBL) di Indonesia mendesak
adanya pengembangan infrastruktur pengisian kendaraan listrik. Pemanfaatan
energi terbarukan seperti energi surya untuk menjadi sumber listrik pengisian ulang
KBL dapat mewujudkan nilai KBL yang ramah lingkungan dari hulu ke hilir.
Mengintegrasikan teknologi pengisian KBL dan pembangkit listrik tenaga surya
(PLTS) akan menimbulkan kompleksitas. Sebagai pusat riset, universitas dapat
menjadi pionir dalam pengembangan sistem ini. Selain itu, riset ini dapat
meningkatkan nilai keberlanjutan universitas terkait. Perancangan PLTS akan
dilakukan dengan menggunakan perangkat simulasi PVSyst untuk mengetahui
jumlah energi listrik yang dapat dibangkitkan dari tenaga surya yang kemudian
digunakan untuk memodelkan skema pengisian kendaraan listrik di lingkungan
kampus. Desain yang diusulkan memaksimalkan area potensial pada atap Gedung
LPKEE ITB sehingga diperoleh PLTS dengan kapasitas 81 kWp. Energi surya yang
mampu dikonversi oleh panel surya menghasilkan energi listrik sebesar 120 MWh
pada tahun pertama. Dari profil produksi harian PLTS, sebuah skema pengisian
KBL level dua dapat dimodelkan untuk waktu operasional selama 8 jam (pukul
08.00-16.00). Selama jam operasional dapat dilakukan pengisian satu unit KBL
dalam satu waktu, kecuali pada pukul 10.00 - 13.00 produksi energi dapat
mengakomodasi hingga dua unit KBL bersamaan. Jumlah KBL yang dapat diisi
selama jam operasional berkisar antara 5 unit (Hyundai Kona) sampai 26 unit
(Toyota Prius PHEV) tergantung dari kapasitas baterai kendaraan. Melalui analisis
finansial, skenario investasi yang direkomendasikan melibatkan RESCO dalam
skema bisnis PLTS-SPKL. Hal tersebut didasari parameter profitabilitas yang
menguntungkan yakni NPV senilai 53 juta Rupiah, IRR sebesar 15,18%, dan PBP
dalam 5,96 tahun.