Perkembangan populasi mengakibatkan tingginya permintaan di sektor
energi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di berbagai sektor kegiatan. Tingginya
tingkat permintaan di sektor energi menyebabkan peningkatan gas rumah kaca yang
berpotensi mengakibatkan pemanasan global hingga perubahan iklim yang
berdampak buruk pada ekosistem makhluk hidup. Oleh karena itu, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan konvensi Paris Agreement yang bertujuan untuk
mengurangi emisi CO2 sebesar 3.5% setiap tahun hingga tahun 2050 sehingga dapat
membatasi kenaikan suhu bumi hingga 2º
C. Sektor energi merupakan kontribusi
utama dari emisi gas rumah kaca secara global, sehingga diperlukan tindakan untuk
mendekarbonisasi mekanisme sistem di sektor energi. Pengaplikasian energi baruterbarukan (EBT) digencarkan dalam pemenuhan transisi energi untuk mengurangi
tingkat emisi gas rumah kaca. Indonesia memiliki target nasional untuk
meningkatkan penggunaan EBT sebesar 31% Pada tahun 2050. Pada kasus ini,
perencanaan dan pemodelan sektor energi di Jawa-Bali dilakukan dengan
menggunakan LEAP dengan tiga skenario pemodelan sektor energi dengan
penurunan intensitas energi final hingga 23% terhadap nilai dasar, tercapainya bauran
EBT hingga 54.4% pada tahun 2050, dan tercapai penurunan emisi gas rumah kaca
hingga 45% pada tahun 2050.