Data video pada masa kini banyak digunakan oleh manusia, tidak hanya untuk
menyimpan kenangan saja, tetapi sudah bergerak ke penyebaran informasi,
komunikasi, hingga hal yang sangat penting. Selama masa pandemi, manusia
berdiskusi dan rapat menggunakan platform digital dengan fasilitas diskusi real
time mendapatkan suara dan citra dalam bentuk video. Dengan terus bertambahnya
ukuran data video yang ditransmisi, dibutuhkan jaringan yang handal dan
mekanisme efektif dalam transmisi data tersebut. Transmisi data seringkali
menggunakan mekanisme kompresi untuk menghemat bandwidth jaringan dalam
sekali pengiriman. Salah satu bentuk kompresi yang bersifat lossy yang akan
mengurangi secara minim kualitas video serta ukurannya ketika sampai di tujuan
akibat adanya proses kuantisasi. Sistem kompresi ini sering disebut sebagai video
codecs yang secara umum terdiri dari encoder yang berfungsi untuk kompresi video
serta decoder untuk membuat ulang (sintesis) aproksimasi video. Beberapa contoh
mekanisme video codecs yang sudah ada sekarang adalah H.264, VP8, dan RV40.
Pengembangan framework codecs dapat dilakukan dengan memanfaatkan AI untuk
kemampuan representasi nilai non-linear dari neural network berdasarkan
komponen utama kompresi video yang umumnya memiliki prediksi kompensasi
gerakan serta transformasi residu antar citra. Framework bernama Deep Video
Coding (DVC) memanfaatkan informasi gerakan berdasarkan mekanisme optical
flow. DVC memiliki fitur kuantisasi yang adaptif terhadap informasi video yang
akan diproses untuk mengurangi jumlah parameter variabel bitrate. Dalam proses
pengembangan sistem tidak menggunakan parameter waktu dan berfokus kepada
peningkatan efektifitas kompresi (compression ratio) serta kualitas video yang
optimal. Sistem dapat diakses menggunakan GUI sederhana yang menerima input
berupa video lalu akan memecah video menjadi rangkaian frame yang masingmasing akan dilakukan kompresi citra dan pada akhirnya didapatkan data video
terkompres beserta informasi kualitas dan rasio kompresi.