digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-COVER.pdf


2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-BAb 1.pdf

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-BAB 2.pdf

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-BAB 3.pdf

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-BAB 4.pdf

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-BAB 5.pdf

2007 TA PP AYU ASTRELLITA 1-PUSTAKA.pdf

Abstrak: Perempuan sering dikaitkan dengan kelemah-lembutan, kehalusan perasaan; terlebih lagi kalau perempuan itu memiliki paras ayu dan keindahan tubuh yang sempurna. Patung Pradnya Paramita yang dikenal sebagai Ken Dedes, meskipun terbuat dari bahan batu, namun wujud patungnya dapat memvisualisasikan daya pesona seorang perempuan yang berparas cantik dan bertubuh molek. Daya pesona inilah yang membuat Ken Arok jatuh cinta dan akhirnya menikahi Ken Dedes, setelah terlebih dahulu membunuh suaminya. Secara tidak langsung sosok Ken Dedes menggambarkan persepsi perempuan yang ideal pada zaman raja-raja khususnya di Jawa Timur saat itu. Karena memiliki daya pesona dalam keindahan dan sensualitas, maka tidak jarang perempuan ditampilkan sebagai inspirasi karya seni, termasuk obyek desain. Khususnya dalam desain komunikasi visual, perempuan banyak sekali ditampilkan sebagai obyek dalam bidang periklanan; entah memang terkait dengan materi iklan itu sendiri atau hanya merupakan obyek tempelan semata. Artinya, iklan tersebut tanpa seorang perempuan sebagai obyek, sebenarnya sudah dapat berbicara atau sudah dapat dimengerti. Perempuan dalam iklan semacam ini terkesan dieksploitasi untuk mencari keuntungan semata. Dalam karya seni lukis, grafis maupun patung seringkali perempuan juga dijadikan obyek yang pada umumnya digemari kaum pria bahkan sepanjang masa perempuan dijadikan obyek sensualitas. Sensualitas merupakan rasa pada indera kita yang timbul ketika memandang obyek perempuan dalam suatu karya seni; sehingga bisa dikatakan bahwa lawan dari sensualitas adalah intelektualitas. Di dalam karya seni apapun, kedua unsur tadi, sensualitas dan intelektualitas selalu ada dan menurut penulis sebaiknya saling mengimbangi; sedangkan sentimentalitas merupakan unsur utama di dalamnya.1Dari titik tolak ini, penulis mulai mencari bentuk penerimaan terhadap tubuh perempuan dalam suatu karya seni. Penulis beranggapan bahwa sensualitas tubuh perempuan dalam suatu karya seni berkaitan erat dengan hal inderawi (sense = indera) yang timbul dalam diri seorang apresiator seni. Eksploitasi sensualitas perempuan dalam persepsi dan opini publik saat ini menjadikan karya karya yang menggunakan obyek perempuan dengan gestur gestur tertentu dianggap sebagai betuk pemikiran-pemikiran tabu. Melalui karya ini, penulis ingin memancing opini publik dan mendorong dialog kreatif sebagi bentuk pemberontakan terhadap pemikiran-pemikiran tabu yang saat ini ada, sekaligus ingin membalik anggapan bahwa perempuan tidak selalu dijadikan obyek kepuasan estetika apresiator semata. Penulis mengangkat tubuh perempuan untuk dieksplorasi dalam suatu bentuk karya seni dengan menggarap tubuh perempuan bukan untuk menonjolkan sensualitas tubuh semata, melainkan mengeksplorasi tubuh perempuan dari gerak, gestur atau sudut pandang khusus. Tujuan penulis mengeksplorasi tubuh-tubuh tersebut dalam karya seni adalah upaya untuk memberikan pemahaman reka bentuk yang sebelumnya sulit diterima nalar maupun pandangan publik secara umum terhadap tubuh perempuan. Keindahan kulit, kecantikan wajah pada model, bukan menjadi masalah mendasar; sebab yang dijadikan media kreasi adalah bagian tubuh perempuan dengan segala kemungkinan postur dan geraknya. Sensualitas perempuan dalam budaya masyarakat, aroma dan jejak sensualitas sudah melekat dan dihegemoni oleh citra tubuh perempuan sejak berabad-abad silam. Perempuan telah menjadi mitos dan legenda hidup yang merajai imajinasi umat manusia sampai saat ini.