Kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu penyebab terbesar kematian di dunia.
Perilaku berkendara berisiko berkontribusi besar terhadap kejadian tersebut.
Banyak faktor pengaruh, baik internal ataupun eksternal, yang telah diteliti seperti
karakter individu, faktor psikologi, dan kondisi lingkungan binaan. Namun masih
sedikit penelitian yang mengaitkannya dengan penegakan hukum, terlebih dengan
pemanfaatan teknologi, sedangkan hal tersebut memiliki implikasi pada perilaku
pengendara sepeda motor. Kabupaten Sumenep memiliki tingkat perilaku
berkendara berisiko, khususnya tidak menggunakan helm tertinggi ketiga di
Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku berkendara berisiko berdasarkan prespektif
spasial, penegakan hukum, dan psikologis, khususnya Perkotaan Sumenep yang
meliputi Kecamatan Kota Sumenep dan Kecamatan Kalianget. Objek perilaku
berkendara berisiko penelitian ini berupa melawan arus, berbelok tanpa lampu sein,
menggunakan gawai saat berkendara, tidak menggunakan helm, menerobos lampu
merah, berkendara di atas batas kecepatan, menyalip sembarangan, dan kombinasi
beberapa perilaku berkendara berisiko tersebut. Pendekatan penelitian berupa
kualitatif dan kuantitatif dengan metode analisis structural equation modelling
menggunakan SmartPLS 3.3.1. Hasil penelitian mendapatkan bahwa 49.9%
responden melakukan kombinasi perilaku berkendara berisiko. Tidak
menggunakan helm merupakan perilaku berkendara berisiko yang paling banyak
dilakukan oleh responden, 42.9%. Maksud perjalanan tertinggi saat melakukan
perilaku berkendara berisiko berupa bersosial sebesar 37%. Pengendara lebih
banyak melakukan perilaku berkendara berisiko di jalan utama, kelas arteri,
berstatus nasional, dan lebar 8-14 meter. Alasan atau motivasi terbesar pengendara
melakukan perilaku berkendara berisiko adalah kondisi lalu lintas yang
memungkinkan (67.95%) sedangkan alasan terbesar tidak melakukan perilaku
berkendara berisiko adalah keberadaan petugas lalu lintas (88.67%). Pada model
penelitian menunjukkan bahwa ketiga aspek memiliki pengaruh langsung, namunii
aspek psikologis -utamanya kontrol perilaku- berpengaruh lebih besar terhadap
kejadian perilaku berkendara berisiko. Adapun aspek spasial dan penegakan hukum
yang memiliki pengaruh besar adalah karakteristik simpang -keberadaan Kamera
CCTV dan APILL- dan ketidakwaspadaan pengawasan dan ketidaktaatan hukum.
Meskipun demikian, masing-masing faktor tidak memiliki pengaruh langsung yang
sama -baik besaran ataupun arah- terhadap semua jenis perilaku berkendara
berisiko. Selain pengaruh langsung, aspek psikologis dan penegakan hukum
memiliki pengaruh tidak langsung atau bertindak sebagai variabel intervening.
Khusus perilaku berkendara berisiko menerobos lampu merah dan melawan arus,
keduanya dapat dijelaskan lebih besar melalui aspek penegakan hukum
dibandingkan aspek spasial ataupun psikologis.