digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Saat ini, adopsi produk Rumah Pintar di Indonesia belum sekuat yang diharapkan. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia, Indonesia diprediksi dapat menciptakan pasar yang menjanjikan untuk produk Internet of Things (IoT), terutama untuk peralatan rumah tangga IoT, yaitu peralatan Rumah Pintar. Namun, pendapatan rata- rata negara dalam setiap Rumah Pintar yang dibangun hanya sekitar USD 40,77 di saat pendapatan rata-rata dunia dapat menghasilkan USD 392.62. Angka ini terbilang rendah, apalagi dibandingkan negara berkembang sejenis lainnya, misalnya Malaysia, yang rata-rata pendapatan dalam setiap Rumah Pintar yang dibangunnya mencapai USD 209,81. Dengan menggunakan metode Behavioral Reasoning Theory (BRT), penelitian ini mengkaji pengaruh relatif dari context-specific reason, yaitu “alasan untuk” dan “alasan untuk tidak” dalam memprediksi sikap dan niat mengadopsi produk Rumah Pintar. Penelitian ini melibatkan 518 pengguna internet aktif di Indonesia dan menggunakan PLS-SEM untuk menguji hipotesis serta mengukur hubungan antar variabel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa "alasan untuk" serta sikap seseorang terhadap peralatan Rumah Pintar itu sendiri memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap niat adopsi. Di sisi lain, penelitian ini juga menegaskan bahwa "alasan untuk tidak" memberikan pengaruh negatif terhadap niat adopsi, bahkan lebih berpengaruh daripada "alasan untuk". Sebagai hasil lain, penelitian ini menemukan bahwa Convenience bertindak sebagai penentu utama niat adopsi perangkat Smart Home di antara "alasan untuk". Sementara di antara "alasan untuk tidak", Traditional Barrier bertindak sebagai faktor penghalang yang paling penting dalam mempengaruhi niat adopsi perangkat Smart Home. Penelitian ini juga menegaskan bahwa “value of openness to change” secara signifikan mempengaruhi "alasan adopsi" dan "alasan menolak adopsi" perangkat Smart Home.