Kebutuhan masyarakat akan kayu sebagai bahan bangunan, baik untuk keperluan
konstruksi, dekorasi maupun furnitur terus meningkat seiring dengan
meningkatknya jumlah penduduk sehingga perindustrian kayu di Indonesia selalu
meningkat. Berkembangnya industri pengolahan kayu tersebut menghasilkan
limbah berupa limbah kayu seperti serbuk kayu dan potongan kayu. Data
Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa
produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3
sedangkan kayu gergajian
mencapai 2,06 juta m3
. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka
diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3
. Menurut
Haygreen dan Bowyer (1996) jenis limbah kayu beragam yaitu pasahan, serpih,
biskit, tatal, serbuk gergaji, untaian, Kerat dan wol kayu. Hasil survey menunjukan
bahwa limbah yang dihasilkan oleh industri saat ini mencapai 10 hingga 200 karung
limbah kayu dengan berat rata-rata 5-15kg per karungnya. Jumlah limbah terbanyak
yaitu limbah tatal kayu dengan perbandingan 1 karung serbuk kayu berbanding 10
karung tatal kayu. Keberadaan limbah tersebut menimbulkan masalah baru bagi
masyarakat yaitu limbah penggergajian yang kenyataannya dilapangan masih
belum dimanfaatkan secara optimal karena limbah yang ada saat ini hanya
ditumpuk, sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran air), atau dibakar secara
langsung (ikut menambah emisi karbon di atmosfir).
Berdasarkan hal diatas, perlu adanya pengembangan produk dengan memanfaatkan
limbah kayu yang diharapkan diperoleh keuntungan dari bahan dan dapat
meningkatkan nilai tambah dan nilai guna bahan sehingga dapat meningkatkan nilai
ekonominya sehingga sedikit banyaknya dapat mengatasi dampak negatif limbah
industri kayu terhadap lingkungan. Melalui eksperimen yang dilakukan terhadap
limbah kayu yang berkaitan dengan eksplorasi. Sehingga dalam prosesnya peneliti
perlu pengumpulan data lapangan berupa hasil uji coba terhadap material tersebut.