digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Patologi dan gejala multiple sclerosis (MS) sangat kompleks dan bervariasi di setiap penderita. Sampai saat ini MS belum dapat disembuhkan dan belum ada terapi yang efektif untuk menghambat laju neurodegeneratif. Aktivitas antiinflamasi, antioksidan imunosupresan, dan neuroprotektif diperlukan untuk mengurangi gejala dan mencegah laju neurodegenerasi. Pengobatan MS dengan pendekatan gejala dapat memanfaatkan obat herbal sebagai alternatif karena obat herbal memiliki kelebihan multi target terapi. Daun, buah dan, kulit batang tanaman sukun (Artocarpus altilis [Park.] Fosberg) mengandung banyak senyawa bioaktif dengan aktivitas-aktivitas yang diduga berpotensi untuk mengurangi gejala-gejala MS. Experimental autoimmune encephalomyelitis (EAE) adalah model hewan MS yang sering digunakan. Tipe MS yang umum pada manusia adalah MS serangan berulang (relap-remisi), sedangkan induksi EAE lebih sering menghasilkan model progresif kronis. Induktor merupakan salah satu faktor yang dapat dimodifikasi untuk membentuk model hewan sedekat mungkin dengan MS pada manusia. Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas farmakologi ekstrak etanol beberapa bagian tanaman sukun yang berpotensi untuk terapi MS, mengoptimasi metode induksi EAE dengan membandingkan kombinasi induktor yang menghasilkan pola gejala klinis dan demielinasi sedekat mungkin dengan MS relap-remisi, dan mengkaji efektivitas ekstrak terpilih pada pola gejala dan remielinasi tikus EAE. Penelitian dibagi dalam empat tahap, yaitu penyiapan bahan uji, penapisan aktivitas farmakologi ekstrak, optimasi metode induksi EAE, dan pengkajian efektivitas ekstrak tanaman sukun pada tikus EAE. Ekstrak daun sukun (EDS), kulit batang sukun (EKBS), dan buah sukun (EBS) diperoleh dengan maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Rendemen ekstrak EDS, EKBS, dan EBS berturut-turut adalah 8,28%, 4,62%, dan 13,87%. Hasil penapisan fitokimia dan kromatografi lapis tipis menunjukkan ketiga ekstrak mengandung flavonoid dan steroid/triterpenoid. Penapisan aktivitas farmakologi meliputi uji in vitro dan in vivo antiinflamasi, antioksidan, imunosupresan dan neuroprotektif. Hasil uji antiinflamasi menunjukkan bahwa EDS 200 mg/kg bb dapat menurunkan radang kronis yang diinduksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) secara bermakna (p<0,05) dengan persen penghambatan radang paling tinggi (43,23%) tercapai pada hari ke-15. Secara in vitro, aktivitas antioksidan ditentukan melalui uji peredaman radikal 2,2- Difenil-1- Pikrilhidrasil (DPPH) dan nitrit oksida (NO). EDS dan EBS menunjukkan aktivitas antioksidan kuat dalam meredam DPPH dengan nilai IC50 sebesar 72,17 ± 0,84 µg/mL dan 66,34 ± 1,70 µg/mL. Aktivitas peredaman terhadap NO paling poten ditunjukkan EDS dengan nilai IC50 sebesar 45,40 ± 6,49 µg/mL. Hasil uji aktivitas antioksidan secara ex vivo pada tikus inflamasi kronis terinduksi CFA menunjukkan bahwa EDS 200 mg/kg bb menurunkan kadar H2O2 (36,21%) dan meningkatkan aktivitas SOD (75,72%) secara bermakna (p<0,01). Hasil uji aktivitas imunosupresan menunjukkan bahwa EDS 200 mg/kg bb menurunkan secara bermakna (p<0,01) indeks fagositik sistem retikuloendotelial, menekan respon imun selular dan humoral yang ditandai penurunan bermakna radang pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat jam ke-24 dan 48, dan titer antibodi primer yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Hasil uji aktivitas neuroprotektif secara in vitro menunjukkan bahwa ketiga ekstrak memiliki potensi sedang sebagai inhibitor asetilkolinesterase. Hasil pengujian in vivo dengan metode labirin air (Morris water maze) menunjukkan bahwa pemberian EDS mg/kg bb selama 7 hari meningkatkan kemampuan belajar mencit, dan meningkatkan secara bermakna (p<0,05) ingatan spatial mencit amnesia yang diinduksi skopolamin hidrobromida. Bagian tanaman sukun yang memiliki keempat aktivitas antiinflamasi, antioksidan, imunosupresan dan neuroprotektif adalah daun. EDS dosis 200 mg/kg bb merupakan ekstrak terpilih untuk diujikan pada hewan model MS, kerena lebih poten dibanding ekstrak lainnya. Optimasi metode induksi EAE dilakukan dengan membandingkan beberapa kombinasi induktor, yaitu: (1) Kuprison, ensefalitogen, dan suspensi B. pertussis; (2) Kuprison, ovalbumin, dan ensefalitogen; (3) ensefalitogen dan suspensi B. pertussis; (4) ovalbumin dan ensefalitogen. Hasil menunjukkan bahwa kombinasi induktor 1 menghasilkan EAE yang menyerupai MS relap-remisi pada manusia, Hal itu ditunjukkan dari karakteristik skor neurologi yaitu: nilai insidensi 100%, frekuensi relap paling banyak (3 kali), skor tertinggi 2,00, dan mortalitas 16,67%. Terdapat kerusakan SSP yang ditandai demielinasi fokal di white maupun grey matter, manset perivaskular yang meluas, inflamasi, dan gliosis. Reaktivitas mikroglia di otak besar dan kadar serum TNF-?mengalami peningkatan bermakna (p<0,01) dibanding normal. Kombinasi induktor 1 digunakan untuk metode induksi EAE pada tahap pengkajian efektivitas ekstrak tanaman sukun pada tikus EAE. Efektivitas EDS terhadap tikus EAE diujikan pada tikus Wistar yang diinduksi dengan kombinasi induktor 1. Pemberian EDS 200 mg/kg bb selama 14 hari dapat menurunkan secara bermakna (p<0,05) skor kumulatif maupun frekuensi relap, dan tingkat keparahan gejala neurologi sebesar 17,18%; memperbaiki inflamasi ditandai dengan adanya perbaikan histologi otak dan penurunan ekspresi gen gfap; menurunkan kadar NO dan meningkatkan aktivitas katalase secara bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok EAE. EDS 200 mg/kg bb juga meningkatkan remielinasi ditandai dengan peningkatan ekspresi gen olig2 dan ketebalan mielin. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak daun sukun 200 mg/kg bb memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, imunosupresan dan neuroprotektif lebih poten. Optimasi terhadap metode induksi model hewan menunjukkan bahwa kombinasi induktor kuprison ensefalitogen, dan suspensi Bordetella pertussis menghasilkan EAE yang menyerupai MS relap remisi pada manusia. Ekstrak daun sukun dosis 200 mg/kg bb dapat mengurangi tingkat keparahan gejala klinis/neurologis, mengurangi inflamasi, menurunkan stress oksidatif, dan meningkatkan remielinasi pada tikus EAE.