Sektor pariwisata Kota Pontianak mempunyai potensi besar untuk menarik perhatian wisatawan. Akhir-akhir ini Pontianak sering mengadakan event untuk memperlihatkan identitas kotanya demi meningkatkan jumlah wisatawan. Saat ini persaingan kota semakin erat, tiap kota saling berlomba-lomba untuk menunjukkan city branding yang dimiliki. Pontianak juga melakukan branding salah satunya melalui media cetak, seperti booklet/panduan wisata, peta wisata, CD interaktif, website, dan poster dalam berbagai event. Pontianak ingin memposisikan kotanya sebagai kota destinasi wisata, sehingga destinasi yang dimiliki Pontianak juga terangkum pada media branding yang telah dibuat. Namun, berdasarkan hasil riset Komunitas Wisata Sejarah (Kuwas) Pontianak, bahwa masih ditemukannya stigma masyarakat yang berpikiran Pontianak tidak memiliki daya tarik. Sehingga penelitian ini akan berfokus pada produksi teks yang dilakukan pemerintah dalam upaya menangani branding Kota Pontianak. Penelitian ini akan menganalisis visual branding Kota Pontianak pada media cetak, guna mengetahui citra dan identitas kota yang dimiliki dengan acuan logo dan slogan kota, serta iklan pariwisata Pontianak Greet The World. Sehingga perlu menganalisis peran pemerintah dalam mengkonstruksi realitas melalui media branding. Hal tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi kesenjangan pada media branding dengan potensi daya tarik yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis dalam ranah kualitatif. Penelitian kualitatif digunakan karena ingin meninjau visual branding yang diimplementasikan dan kesesuaiannya dengan realitas di lapangan dan peran pemerintah. Sementara itu, pendekatan analisis wacana kritis Norman Fairclough digunakan untuk mengetahui proses produksi yang dilakukan pemerintah dan bagaimana masyarakat mengkonsumsinya dalam penyebaran sociocultural. Analisis wacana kritis Norman Fairclough dilakukan dalam tiga dimensi, yaitu teks, discource practice, dan sociocultural practice. Teks nantinya akan berhubungan dengan scen yang merepresentasikan Kota Pontianak yang akan diuraikan dengan gabungan teori branding Matthew Healey dan Marty Neumeier. Discource practice akan berkaitan dengan peran pemerintah dalam menangani branding Kota Pontianak. Hal tersebut juga ditempuh dengan melakukan wawancara mendalam kepada Dinas Pemuda, Pariwisata, dan Olahraga, yaitu Kepala Bidang Pariwisata dan desainer logo kota. Dari hasil wawancara mendalam akan diuraikan menggunakan teori konstruksi social Peter L. Berger dan Thomas Luckmann yang
dapat dilihat dengan tiga momen dialektis simultan, yaitu eksternalisasi, legitimasi, dan internalisasi. Sociocultural practice berupa penjelasan lebih rinci terkait teks dan produksi teks berdasarkan interpretasi peneliti yang didasari oleh teori/data ilmiah. Dimensi ini juga menentukan bagaiman teks disajikan dan diproduksi. Manfaat penelitian ini antara lain menjadi sumbangan pemikiran desain terkait branding dan wacana kritis. Sekaligus memperluas wawasan dan memberi masukan bagi Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kota Pontianak untuk menjadi acuan dalam kegiatan membangun potensi pariwasata dan ekonomi kreati. Hal tersebut guna membantu pemerintah Kota Pontianak dalam menyusun kegiatan branding kota untuk memajukan pariwisata kota yang lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian visual branding Kota Pontianak dilakukan dengan menghadirkan karakter sebagai selling point dengan lebih banyak menyajikan Tugu Khatulistiwa dan Sungai Kapuas. Kota Pontianak membangun image melalui penayangan iklan untuk menambah ketertarikan terhadap Kota Pontianak bagi wisatawan yang belum pernah mengunjunginya. Sehingga dalam hal ini, pemerintah ingin menampilkan sesuatu yang dapat menjadi perhatian bagi calon wisatawan, yaitu dengan melakukan pencitraan melalui media. Pembuatan media branding yang dilakukan berupa upaya dalam mengonstruksi wacana branding pariwisata yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.