digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Salah satu upaya untuk memperbaiki dominannya penggunaan moda darat dalam perangkutan barang di Indonesia yang menyebabkan tingginya biaya logistik khususnya biaya transportasi barang adalah dengan memberikan perhatian pada sistem transportasi barang multimoda. Sislognas 2012 menyatakan bahwa salah satu program yang direncanakan untuk meningkatkan kelancaran arus barang dalam mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja sistem logistik nasional adalah mengembangkan rute pelayaran dan operasional Short Sea Shipping (SSS). Dalam konteks pemodelan, disain jaringan transportasi barang multimoda yang mempertimbangkan keberadaan rute pelayaran SSS merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan banyak pelaku kegiatan dan pilihan kombinasi skenario operasional SSS yang dapat diterapkan sehingga pengoperasian SSS memiliki bamyak peluang untuk dilakukan optimasi. Dari sudut pandang optimasi pemilihan skenario pengoperasian SSS merupakan permasalahan optimasi kombinatorial yang sangat sulit untuk diselesaikan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model jaringan transportasi barang multimoda untuk pergerakan petikemas yang dapat memperhitungkan keberadaan SSS dan mengembangkan suatu model optimasi untuk mengevaluasi skenario operasional jalur pelayaran SSS. Terdapat dua keputusan utama yang hendak dijawab secara bersamaan dalam pengembangan model optimasi skenario operasional rute pelayaran SSS. Pertama terkait pembebanan jaringan akibat pengoperasian rute pelayaran SSS yang menggambarkan perilaku pengguna lalu lintas angkutan barang di dalam memilih rute perjalanan dan moda yang digunakan, kedua terkait pemilihan kombinasi skenario operasional SSS optimum yang dapat memaksimumkan perpindahan moda dari moda darat ke moda SSS yang akan dikuantifikasi dengan memaksimumkan nilai penghematan total biaya transportasi akibat pengoperasian rute SSS yang menggambarkan prilaku pengambil keputusan (pemerintah). Pendekatan optimasi yang akan digunakan untuk menjawab permasalah di atas adalah pendekatan bilevel programming. Keputusan pertama merupakan permasalahan lower level dan kedua merupakan permasalahan upper level. Pada lower level teknik solusi optimasi yang digunakan adalah Increamental Assignment sedangkan untuk upper level menggunakan Discrete Binary Particle Swarm Optimization (DBPSO). Atribut operasi yang akan dipertimbangkan dalam model optimasi adalah pelabuhan singgah, tarif SSS, frekuensi pelayanan, dan ukuran kapal SSS, kemudian model akan diuji pada jaringan nyata yaitu pergerakan barang antara Pulau Jawa dan Sumatera. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pengembangan model jaringan transportasi barang multimoda melalui penerapan rute pelayaran SSS dengan melakukan beberapa skenario kebijakan dapat memperbaiki kinerja jaringan transportasi barang petikemas yang ditunjukkan dengan adanya penghematan total biaya transportasi barang dan terjadinya perpindahan moda (moda shifting) dari moda truk ke moda SSS dan jumlah kombinasi skenario operasional yang sangat besar dapat diselesaikan dengan teknik solusi optimasi yang digunakan. Solusi terbaik skenario operasional SSS untuk pergerakkan angkutan barang Pulau Jawa – Sumatera yaitu terpilihnya 2 pelabuhan singgah dari 8 yang dimodelkan sebagai rute SSS yaitu Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Tanjung Priok. Tarif yang dioperasikan untuk rute SSS tersebut Rp. 5.000/km dengan jumlah frekuensi pelayanan 6 kapal/minggu yang dilayani menggunakan kapal dengan kapasitas angkut 300 truk. Secara persentase, keberadaan jalur pelayaran SSS memberikan penghematan total biaya transportasi sebesar 1 % dari total biaya transportasi barang dan potensi jumlah barang/petikemas yang berpindah dengan menggunakan SSS sebesar 2,21 % dari jumlah total pergerakan barang antar Pulau Jawa-Sumatera. Jumlah kombinasi skenario operasional SSS di pulau Jawa – Sumatera terdapat sebanyak 15.808 kombinasi, dengan menggunakan teknik solusi optimasi DBPSO solusi optimum jalur pelayaran SSS dapat diperoleh dengan diwakili oleh 400 kombinasi atau 2,5% dari total kombinasi yang ada. Waktu komputasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi optimum yaitu 3,1 jam, jika dibandingkan dengan cara enumerasi penuh dibutuhkan waktu 156 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas waktu komputasi dengan menggunakan algoritma DBPSO 50 x lebih cepat