Salah satu upaya untuk memperbaiki dominannya penggunaan moda darat dalam
perangkutan barang di Indonesia yang menyebabkan tingginya biaya logistik
khususnya biaya transportasi barang adalah dengan memberikan perhatian pada
sistem transportasi barang multimoda. Sislognas 2012 menyatakan bahwa salah
satu program yang direncanakan untuk meningkatkan kelancaran arus barang
dalam mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja sistem logistik nasional adalah
mengembangkan rute pelayaran dan operasional Short Sea Shipping (SSS).
Dalam konteks pemodelan, disain jaringan transportasi barang multimoda yang
mempertimbangkan keberadaan rute pelayaran SSS merupakan permasalahan
yang kompleks karena melibatkan banyak pelaku kegiatan dan pilihan kombinasi
skenario operasional SSS yang dapat diterapkan sehingga pengoperasian SSS
memiliki bamyak peluang untuk dilakukan optimasi. Dari sudut pandang optimasi
pemilihan skenario pengoperasian SSS merupakan permasalahan optimasi
kombinatorial yang sangat sulit untuk diselesaikan. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengembangkan model jaringan transportasi barang multimoda untuk
pergerakan petikemas yang dapat memperhitungkan keberadaan SSS dan
mengembangkan suatu model optimasi untuk mengevaluasi skenario operasional
jalur pelayaran SSS.
Terdapat dua keputusan utama yang hendak dijawab secara bersamaan dalam
pengembangan model optimasi skenario operasional rute pelayaran SSS. Pertama
terkait pembebanan jaringan akibat pengoperasian rute pelayaran SSS yang
menggambarkan perilaku pengguna lalu lintas angkutan barang di dalam memilih
rute perjalanan dan moda yang digunakan, kedua terkait pemilihan kombinasi
skenario operasional SSS optimum yang dapat memaksimumkan perpindahan
moda dari moda darat ke moda SSS yang akan dikuantifikasi dengan
memaksimumkan nilai penghematan total biaya transportasi akibat pengoperasian
rute SSS yang menggambarkan prilaku pengambil keputusan (pemerintah).
Pendekatan optimasi yang akan digunakan untuk menjawab permasalah di atas
adalah pendekatan bilevel programming. Keputusan pertama merupakan
permasalahan lower level dan kedua merupakan permasalahan upper level. Pada lower level teknik solusi optimasi yang digunakan adalah Increamental
Assignment sedangkan untuk upper level menggunakan Discrete Binary Particle
Swarm Optimization (DBPSO). Atribut operasi yang akan dipertimbangkan dalam
model optimasi adalah pelabuhan singgah, tarif SSS, frekuensi pelayanan, dan
ukuran kapal SSS, kemudian model akan diuji pada jaringan nyata yaitu
pergerakan barang antara Pulau Jawa dan Sumatera.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pengembangan model jaringan
transportasi barang multimoda melalui penerapan rute pelayaran SSS dengan
melakukan beberapa skenario kebijakan dapat memperbaiki kinerja jaringan
transportasi barang petikemas yang ditunjukkan dengan adanya penghematan total
biaya transportasi barang dan terjadinya perpindahan moda (moda shifting) dari
moda truk ke moda SSS dan jumlah kombinasi skenario operasional yang sangat
besar dapat diselesaikan dengan teknik solusi optimasi yang digunakan.
Solusi terbaik skenario operasional SSS untuk pergerakkan angkutan barang
Pulau Jawa – Sumatera yaitu terpilihnya 2 pelabuhan singgah dari 8 yang
dimodelkan sebagai rute SSS yaitu Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Tanjung
Priok. Tarif yang dioperasikan untuk rute SSS tersebut Rp. 5.000/km dengan
jumlah frekuensi pelayanan 6 kapal/minggu yang dilayani menggunakan kapal
dengan kapasitas angkut 300 truk. Secara persentase, keberadaan jalur pelayaran
SSS memberikan penghematan total biaya transportasi sebesar 1 % dari total
biaya transportasi barang dan potensi jumlah barang/petikemas yang berpindah
dengan menggunakan SSS sebesar 2,21 % dari jumlah total pergerakan barang
antar Pulau Jawa-Sumatera.
Jumlah kombinasi skenario operasional SSS di pulau Jawa – Sumatera terdapat
sebanyak 15.808 kombinasi, dengan menggunakan teknik solusi optimasi
DBPSO solusi optimum jalur pelayaran SSS dapat diperoleh dengan diwakili oleh
400 kombinasi atau 2,5% dari total kombinasi yang ada. Waktu komputasi yang
dibutuhkan untuk mendapatkan solusi optimum yaitu 3,1 jam, jika dibandingkan
dengan cara enumerasi penuh dibutuhkan waktu 156 jam. Hal tersebut
menunjukkan bahwa efektivitas waktu komputasi dengan menggunakan algoritma
DBPSO 50 x lebih cepat