Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati,
ditandai oleh hambatan aliran udara persisten yang bersifat progresif nonreversible. Prevalensi
penderita PPOK di Indonesia tahun 2013 adalah 3,7%. Sedangkan menurut WHO, pada tahun
2012 PPOK menempati posisi ke-4 sebagai penyebab utama kematian di dunia. PPOK tidak dapat
disembuhkan, namun dengan manajemen yang optimal dapat mengontrol gejala, memperlambat
perkembangan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kesesuaian pengobatan PPOK di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Bandung dengan standar pengobatan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD): Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease Update 2016 dan menganalisis masalah terkait obat pada pasien PPOK.
Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis data dari rekam medis dan wawancara. Pasien
yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pasien laki-laki usia > 45 tahun yang didiagnosis utama
PPOK dengan dan/atau tanpa penyakit penyerta yang melakukan rawat jalan di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Bandung periode Januari ????Juni 2016. Hasil penelitian dari
106 pasien menunjukan bahwa terdapat 16 kasus (15,09%) ketidaksesuaian pengobatan dengan
standar pengobatan GOLD. Hasil analisis masalah terkait obat (DRPs) dari rekam medis
menunjukan bahwa terdapat 15 kasus (10,56%) indikasi tidak terobati, 53 kasus (37,32%) obat
tanpa indikasi, 25 kasus (17,6%) dosis lebih, 29 kasus (20,42%) dosis kurang, 14 kasus (9,86%)
interaksi obat dan 6 kasus (4,22%) reaksi obat merugikan. Total DRPs adalah 142 kasus yang
dialami oleh 56 pasien (52,83%), sehingga dapat diasumsikan bahwa 1 penderita mengalami ratarata 3 jenis DRPs. Dari hasil wawancara ditemukan 7 pasien (43,75%) melakukan kesalahan dalam
penggunaan obat inhalasi dan 13 pasien (81,25%) merasakan efek samping akibat penggunaan
obat.