Perubahan gerak dan distribusi air dipengaruhi oleh adanya ekstrimitas hujan dan
konversi lahan. Curah hujan menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya, sehingga
terjadi perubahan rezim hidrologi. Konversi lahan dari yang kurang kedap
menjadi kedap, terutama di daerah perkotaan, akan mempengaruhi gerak air di
muka bumi. Upaya telah banyak dilakukan, diantaranya dengan tindakan teknis
maupun non teknis. Akan tetapi hasil yang didapat belum optimal dan masih
memiliki kelemahan. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya menghilangkan/
mengurangi dampak merugikan dari kelebihan limpasan air hujan melalui
peningkatan resapan ke dalam tanah, mempertahankan kondisi hidrologi alami
dan fungsi infrastruktur drainase (saluran) yang ada, serta pengelolaan guna lahan
dan DAS di daerah hulu sampai hilir agar bermanfaat bagi masyarakat dan
kelestarian lingkungan hidup, yang dikenal dengan sebutan drainase berwawasan
lingkungan. Penelitian disertasi ini ditujukan untuk meneliti drainase berwawasan
lingkungan di kawasan pemukiman/ perkotaan (studi kasus DAS Cikapundung
Hulu - Kawasan Bandung Utara). Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap. Tahap
pertama adalah melakukan kolekting data dan meneliti rezim komponen siklus
utama hidrologi (hujan dan debit) di Kawasan Bandung Utara (KBU) khususnya
DAS Cikapundung – Citarum Hulu yang dikaitkan dengan laju konversi lahannya.
Tahap kedua adalah meninjau kembali (review) upaya pengendalian limpasan air
hujan dalam mengatasi luapan dan genangan di kawasan permukiman/perkotaan
di DAS Cikapundung Hulu – KBU melalui analisis indeks konservasi
menggunakan data spasial dan metode skoring pembobotan, penerapan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2014 tentang penyelenggaraan sistem
drainase perkotaan dengan metode rasional, penerapan drainase berwawasan
lingkungan menggunakan metode Sunjoto dan SNI: skala individu dan komunal,
dan analisis faktor-faktor pengendalian limpasan air hujan menggunakan metode
rasional, sekaligus menganalisis kontribusi artificial recharge dalam kebijakan
pengendalian limpasan air hujan melalui penerapan sistem drainase perkotaan
Permen PU No. 12/PRT/M/2014 dengan metode rasional dalam upaya
mempertahankan keberlanjutan fungsi utilitas infrastruktur drainase, serta
melakukan simulasi pengendalian limpasan air hujan menggunakan model
SWMM. Sedangkan tahap ketiga adalah melakukan analisis kebijakan terhadap
pengendalian limpasan air hujan yang disesuaikan dengan hirarki kebijakan
(nasional, provinsi, kabupaten/kota, komunitas) di Kawasan Bandung Utara. Hasil
ii
penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa: di DAS Cikapundung telah terjadi
peningkatan debit maksimum di hulu (Stasiun Maribaya) dan hilir (Stasiun
Dayeuhkolot) yang disebabkan oleh peningkatan distribusi hujan maksimum, IDF,
dan konversi lahan (peningkatan koefisien limpasan); debit banjir rencana untuk
perencanaan infrastruktur drainase meningkat akibat naiknya intensitas hujan dan
konversi lahan menjadi area terbangun yang terjadi di DAS Cikapundung Hulu -
KBU sehingga timbul degradasi fungsi infrastruktur drainase (debit yang melalui
infrastruktur drainase melebihi debit banjir rencananya); fungsi utilitas
infrastruktur drainase permukiman/perkotaan berkelanjutan dengan strategi
penerapan drainase berwawasan lingkungan (konsep zero limpasan) melalui
pengendalian jenis tutupan lahan, rasio lahan terbangun (KDB/BCR), curah hujan
dan iklim, kemiringan lahan, geologi dan jenis tanah, dan metode penanganan
limpasan: skala individu dan skala komunal; kebijakan pengendalian limpasan air
hujan di kawasan perkotaan dalam Permen PU no. 12/PRT/M/2014 belum dapat
mengatasi genangan/banjir sehingga perlu didukung dengan penerapan artificial
recharge (konsep zero limpasan) agar fungsi infrastruktur drainase dan SDA
berkelanjutan; akibat lemahnya kebijakan dan penegakan hukum, maka
diperlukan re-skenario kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan
pengendalian limpasan air hujan yang berwawasan lingkungan di KBU melalui
beberapa pilihan kebijakan aspek teknologi, ekonomi, sosial, dan institusional
dalam skala nasional, provinsi, kabupaten/kota, maupun komunitas/masyarakat.