Indikasi Geografis (IG) adalah sebuah sistem perlindungan hak kekayaan intelektual secara
kolektif untuk mengangkat produk unggulan daerah yang unik, spesifik, berkualitas, dan
bereputasi. Dalam kerangka teoritis Social-Ecological System (SES), sistem IG dilihat
sebagai upaya pembangunan identitas sebuah produk khas yang tidak dapat diduplikasi di
lokasi geografis lain (terroir). Setelah sistem ini diadopsi di Indonesia, jumlah produk IG
yang didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian
Hukum dan HAM, berkembang pesat, meskipun dinilai tanpa arah pengembangan identitas
yang jelas. Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan strategi pembangunan identitas
produk melalui sistem IG menggunakan studi kasus IG Kopi Arabika Gayo. Penelitian ini
menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan triangulasi melalui desk analysis,
observasi, dan wawancara semi terstruktur terhadap 26 informan kunci terkait tata kelola
kopi arabika Gayo di sepanjang rantai produksi. Dari data dan informasi yang diperoleh,
dilakukan tiga tahap analisis: 1) Penentuan faktor-faktor penting dalam pembangunan
identitas menggunakan analisis kesesuaian lahan, discourse analysis, pairwise comparison
analysis, dan uji contingency rate; 2) Pengukuran relevansi sistem IG dengan faktor-faktor
penting tersebut menggunakan content analysis; 3) Perumusan strategi menggunakan
Theory of Change IG Kopi di Indonesia yang dikembangkan oleh Neilson dkk. (2018) dan
analisis QSPM. Dari analisis pertama, didapatkan faktor-faktor penting dalam
pengembangan identitas beserta bobot kepentingan sebagai berikut: permintaan dan
reputasi pasar (27.5%), sertifikasi eksternal (17,0%), karakteristik fisik dan rasa produk
(14,1%), nilai sosial dan budaya (9,1%), teknik pascapanen (7,2%), kesesuaian lahan
(5,7%), bahan tanam (5,7%), kelembagaan petani (5,0%), teknik budidaya (4,9%), isu
tenaga kerja (2,3%), dan isu lingkungan (1,5%). Dari analisis kedua didapatkan bahwa
sistem IG yang telah dirancang oleh Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG)
memiliki relevansi paling besar pada aspek kesesuaian lahan (100%), karakteristik dan rasa
produk (100%), dan teknik pascapanen (100%); serta relevansi paling kecil pada aspek isu
tenaga kerja (50%), nilai sosial dan budaya (44,4%), dan isu lingkungan (33,3%). Dari hasil
analisis akhir didapatkan urutan prioritas strategi pengembangan identitas dengan nilai
daya tarik sebagai berikut: kontrol kualitas produk (2,32), promosi dan penetrasi pasar
(2,18), pengawasan penggunaan nama dan pelanggaran (1,81), penguatan internal MPKG
(1,44), peningkatan nilai tambah (1,32), dan penguatan entitas lembaga MPKG (1,27).