Konsep nilai total ketakteraturan titik pada graf pertama kali diperkenalkan oleh
Ba?ca dkk. (2007). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep nilai ketakteraturan
yang terlebih dahulu telah dicetuskan oleh Chartrand dkk. (1988). Konsep
pelabelan ini memiliki beberapa aplikasi di antaranya dalam representasi senyawa
kimia, masalah pengenalan pola, jaringan komputer, struktur data, dan lainnya.
Misalkan G(V;E) adalah suatu graf dengan himpunan titik V (G) dan himpunan
sisi E(G), fungsi : V (G) [ E(G) ! f1; 2; : : : ; kg disebut pelabelan-k total tak
teratur titik pada G jika untuk setiap dua titik yang berbeda di V (G) mempunyai
bobot yang berbeda. Bobot titik x di V terhadap fungsi , dinotasikan dengan
w(x), adalah w(x) = (x) +
P
xy2E(G) (xy). Nilai total ketakteraturan titik
(total vertex irregularity strength) dari G, dinotasikan dengan tvs(G), didefinisikan
sebagai bilangan bulat positif terkecil k sedemikian sehingga G mempunyai suatu
pelabelan-k total tak teratur titik.
Beberapa kelas graf pohon telah diketahui nilai total ketakteraturan titiknya,
di antaranya adalah graf bintang, graf bintang ganda, graf ulat, graf kembang
api, graf pohon pisang, dan lainnya. Untuk graf pohon secara umum, Nurdin
dkk. (2010a) berhasil menentukan batas bawah nilai total ketakteraturan titiknya
sebagai berikut. Misalkan T adalah graf pohon dengan derajat maksimum
dan ni adalah banyaknya titik yang berderajat i di T, maka tvs(T)
maksft1; t2; t3; : : : ; tg; dengan ti = d(1 +
Pi
j=1 nj)=(i + 1)e; untuk i 2 [1; ].
Namun demikian, Nurdin dkk. (2010a) menduga bahwa batas atas nilai total ketakteraturan
titik graf pohon sama dengan batas bawahnya, sehingga mereka mengajukan
sebuah konjektur tentang nilai total ketakteraturan titik graf pohon sebagai
berikut.
tvs(T) = maks
t1; t2; t3
; dengan ti = d(1 +
Xi
j=1
nj)=(i + 1)e; untuk i 2 [1; 3]:
Konjektur ini menyatakan bahwa nilai total ketakteraturan titik dari sebarang graf
pohon dengan derajat maksimum hanya bergantung pada banyaknya titik yang
berderajat 1; 2 atau 3. Namun, konjektur ini sulit untuk dibuktikan karena jika
diberikan n1; n2; n3 bilangan bulat tak negatif, maka pohon dengan jumlah titik n1; n2; n3 tidak tunggal. Dalam makalah yang sama, diberikan nilai total ketakteraturan
titik pohon dengan derajat maksimum 3, pohon yang tidak memiliki titik
berderajat 2, lintasan, dan suatu keluarga pohon dengan derajat maksimum 3 yang
memuat titik berderajat 2. Semua hasil yang diperoleh ini mendukung kebenaran
konjektur (Nurdin dkk., 2010a).
Pada disertasi ini, kajian tentang nilai total ketakteraturan titik pada pohon dilanjutkan.
Kajian awal adalah menentukan nilai total ketakteraturan titik pohon dengan
derajat maksimum 4 atau 5. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai total
ketakteraturan titik pohon dengan derajat maksimum 4 atau 5 hanya bergantung
pada banyaknya titik berderajat 1; 2 atau 3. Adapun banyaknya titik yang berderajat
4 atau 5 tidak memberikan kontribusi terhadap nilai total ketakteraturan titik pohon
dengan derajat maksimum 4 atau 5. Hasil ini membenarkan konjektur Nurdin dkk.
(2010a) tentang nilai total ketakteraturan titik graf pohon. Selanjutnya, kajian
ditambah dengan membahas tentang nilai total ketakteraturan titik pohon dengan
derajat maksimum 6 dan memuat titik berderajat 2. Pada bagian ini dikarakterisasi
pohon dengan derajat maksimum 6 sehingga memiliki nilai total ketakteraturan
titik yakni t1; t2 atau t3.
Selanjutnya, nilai total ketakteraturan titik pohon tersubdivisi menjadi pembahasan
akhir pada disertasi ini. Secara umum, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
nilai total ketakteraturan titik pohon yang tersubdivisi hanya bergantung pada
banyaknya titik berderajat 1 dan 2, sehingga t2 = maksft1; t2; t3g: Pada kajian
terpisah, diperoleh nilai eksak dari total ketakteraturan titik beberapa kelas graf
pohon yang tersubdivisi di sisi punggungnya. Adapun kelas-kelas graf pohon yang
dikaji adalah graf ulat, graf kembang api, graf amalgamasi bintang dan graf bintang
ganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai total ketakteraturan titik
pohon yang tersubdivisi hanya bergantung pada banyaknya titik berderajat 1 dan 2
atau dapat juga ditulis dengan t2 = maksft1; t2; t3g: Sehingga hasil yang diperoleh
membenarkan konjektur Nurdin dkk. (2010a)