digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Semakin menipisnya bahan bakar fosil dan pemanasan global telah memicu beberapa penelitian di bidang energi terbarukan yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah sumber bahan bakar hidrogen dan metanol yang dapat disintesis dan mengeluarkan gas emisi yang tidak berbahaya. Sumber bahan bakar tersebut menggunakan sel elektrokimia fuel cell sebagai mesin konversi energi kimia menjadi energi listrik. Salah satu jenis aplikasi fuel cell adalah Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) yang banyak digunakan untuk alat-alat portable. Jantung dari DMFC adalah membran polielekrolit yang merupakan eletrolit bagi penghantaran proton dari anoda menuju katoda. Membran komersil berkualitas baik (Nafion®) yang ada di pasaran masih terbilang mahal dan pembuatannya rumit. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mensintesis membran dengan kualitas yang baik dan murah. Pada penelitian terdahulu, membran polielektrolit kompleks asam-basa nanopartikel karboksimetil selulosa (CMC)–kitosan dalam matriks polisulfon untuk aplikasi DMFC telah berhasil disintesis dan menunjukkan konduktivitas proton berorde sama dengan membran komersil Nafion®. Akan tetapi, membran ini menunjukkan penurunan nilai konduktivitas apabila komposisi nanopartikel ditingkatkan karena dispersi nanopartikel yang rendah dalam matriksnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada partikel CMC-kitosan dengan cara benzoilasi CMC dan benzilasi kitosan untuk menambah sifat hidrofobisitas partikel dalam matriks membran. Tahapan sintesis partikel yang dilakukan adalah sintesis karboksimetilselulosa (CMC) dari bahan selulosa kapas, sintesis karboksimetil selulosa benzoat (CMCB) dari CMC, sintesis benzil kitosan (BC) dari kitosan, dan sintesis partikel kompleks asam basa CMCB–BC dengan pembentukkan interaksi elektrostatik antar partikel. Partikel yang terbentuk dikarakterisasi gugus fungsinya menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan kristalinitasnya dengan difraksi sinar-X. Membran kompleks asam- basa partikel CMCB–BC kemudian disintesis dengan pendispersian variasi komposisi partikel dalam PSf/DMAc yaitu 1,45; 3,03; 4,75; 6,64; 10,36; dan 15,33 % (b/b) menggunakan metode inversi fasa, berturut-turut diberi nama membran A–F. Membran yang terbentuk kemudian dikarakterisasi morfologinya menggunakan SEM. Perlakuan khusus dilakukan untuk karakterisasi hidrofilisitas dan penghantaran proton, yaitu dengan membandingkan membran yang direfluks yang bertujuan untuk mengaktifkan partikel CMCB–BC, dan membran tanpa refluks. Karakterisasi hidrofilisitas dilakukan dengan sudut kontak, water uptake, dan methanol uptake; kemampuan sifat transpor proton dikarakterisasi dengan menentukan KPI (Kapasitas Penukar Ion) dan impedansi sistem sebagai fungsi dari frekuensi; serta kekuatan mekanik membran dengan metode uji tarik. Hasil penelitian menunjukkan adanya agregasi partikel pada kluster-kluster hidrofilik yang semakin besar seiring dengan penambahan komposisi partikel. Sifat hidrofilisitas membran pun bertambah dengan adanya peningkatan partikel hidrofilik pada membran. Sedangkan penghantaran proton menunjukkan kecenderungan yang menurun dari membran A sampai D kemudian naik lagi pada membran E dan F. Membran yang direfluks memiliki kecenderungan yang sama dalam hal hidrofilisitas dan konduktivitasnya namun bernilai lebih besar. Sementara itu, kekuatan mekanik membran dalam keadaan kering menunjukkan kinerja yang semakin menurun seiring dengan berkurangnya PSf dalam membran. Membran yang paling baik pada penelitian ini adalah membran A dengan komposisi partikel kompleks asam basa 1,45%. Membran ini memiliki % water uptake 7,45%; KPI 0,3351 meq g-1; konduktivitas proton 5,99 x 10-2 S/cm; dan kekuatan tarik sebesar 27,93 MPa. Sehingga dapat disimpulkan, membran A dapat dijadikan kandidat sebagai membran penghantar proton pada DMFC. Selain itu, membran menggunakan sumber bahan alam yang melimpah di Indonesia sehingga harganya akan jauh lebih murah dibandingkan dengan Nafion®.