Andrografolid yang merupakan senyawa diterpenoid utama dari tanaman sambiloto
(Andrographis paniculata), diketahui mempunyai banyak aktivitas biologi
diantaranya sebagai antimalaria dan anti-HIV. Studi in silico menunjukkan bahwa
andrografolid dapat berinteraksi dengan plasmepsin, protease aspartat dari
Plasmodium falciparum. Protease aspartat merupakan keluarga enzim protease
yang menggunakan dua residu asam aspartat sebagai katalis pembelahan substrat
peptida dalam sintesis protein. Plasmepsin diketahui mempunyai kemiripan
struktur dengan protease HIV-1. Hasil analisis bioinformatika menunjukkan urutan
asam amino pada kantung aktif plasmepsin II, dan IV mirip dengan protease HIV1 (p=0,00003). Dari data tersebut, maka disusun hipotesis bahwa andrografolid
mempunyai aktivitas sebagai antimalaria dan anti-HIV yaitu karena dapat
berinteraksi pada protease aspartat yang sama sebagai inhibitor protease.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menelaah interaksi andrografolid
dengan protease aspartat, dan mendapatkan senyawa baru turunan andrografolid
dengan aktivitas anti-HIV yang lebih aktif dari senyawa penuntunnya. Tahapan
penelitian diawali dengan kajian in silico yang mencakup pengembangan dan
validasi protokol penapisan maya berbasis struktur (PMBS), prediksi interaksi
andrografolid dengan residu asam amino di dalam kantung aktif protease melalui
penambatan molekul, pemodelan farmakofor, modifikasi molekul, prediksi
aktivitas dan karakter absorpsi, distribusi serta toksisitas andrografolid dan senyawa
turunannya. Pada tahap akhir dilakukan sintesis dan karakterisasi senyawa baru
turunan andrografolid, serta uji aktivitas secara in vitro terhadap protease HIV-1.
Kajian in silico diawali dengan pengembangan dan validasi protokol PMBS untuk
mengidentifikasi inhibitor protease aspartat pada plasmepsin I, II, IV dan protease
HIV-1. Protokol yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan prosedur
penambatan molekul yang valid, cepat dan terotomatisasi. Struktur kristal yang
digunakan adalah 3QS1, 1SME, 1LS5 dan 1XL2 yang diperoleh dari Protein Data
Bank (PDB). Program SPORES, Open Babel, PLANTS1.2, dan shell script
MGLTools1.5.6 digunakan untuk preparasi awal ligan dan reseptor. Program
AutoDock Vina 1.1.2 digunakan dalam proses penambatan ulang, dilanjutkan
dengan program PLANTS1.2 dan PyPLIF 0.1.1 untuk penskoran ulang sidik jari
interaksi. Program PyMOL dan PoseView digunakan untuk perhitungan root mean
ii
square deviation (RMSD) dan visualisasi hasil penambatan ulang. Validasi
retrospektif dilakukan terhadap basis data inhibitor protease HIV-1 yang diperoleh
dari Database of Useful Decoys Enhanced (DUD-E), di mana kualitas penapisan
dihitung dari koefisien Tanimoto (Tc) dan energi bebas ikatan (Ei) yang dihasilkan.
Nilai RMSD terbaik untuk plasmepsin I, II, IV dan protease HIV-1 berturut-turut
adalah 1,1 Å, 1,2 Å, 1,7 Å dan 0,8 Å. Faktor pengayaan pada 1% positif palsu
(EF1%) untuk Tc dan Ei adalah 18,26% dan 9,03%, sedangkan luas area di bawah
kurva (AUC) untuk Tc dan Ei adalah 76,84% dan 60,95%. Protokol yang
dikembangkan menunjukkan kualitas PMBS yang lebih baik dari protokol aslinya
dengan nilai AUC 59,58%. Penelitian ini memberikan data awal untuk melakukan
PMBS yang valid dalam mengidentifikasi inhibitor protease.
Hasil penambatan molekul andrografolid pada plasmepsin I, II, IV, dan protease
HIV-1 menggunakan protokol PMBS yang telah divalidasi, menunjukkan bahwa
andrografolid dapat berinteraksi pada semua protease aspartat yang diuji, dengan
nilai koefisien Tanimoto (Tc), energi bebas ikatan (Ei) dan konstanta inhibisi (Ki)
berturut-turut adalah Tc = 0,38; Ei = -9,8 kkal/mol; Ki = 0,07 µM (plasmepsin I),
Tc = 0,35; Ei = -8,7 kkal/mol; Ki = 0.42 µM (plasmepsin II), Tc = 0,31; Ei = -8,8
kkal/mol; Ki = 0,35 µM (plasmepsin IV), Tc = 0,32; Ei = -8,2 kkal/mol; Ki = 0,98
µM (protease HIV-1). Studi ini membuktikan bahwa andrografolid dapat mengikat
asam amino yang penting pada kantung aktif plasmepsin I, II, IV, dan protease HIV1 dengan membentuk ikatan hidrogen, baik sebagai donor maupun akseptor dengan
residu asam amino aspartat, yang menyerupai pepstatin, suatu inhibitor protease.
Oleh karena itu, berdasarkan kesamaan mode ikatan andrografolid dengan
pepstatin, maka andrografolid diprediksi dapat bekerja sebagai inhibitor protease
pada plasmepsin dan protease HIV-1.
Pemodelan farmakofor andrografolid di dalam kantung aktif protease HIV-1
divalidasi terhadap training set yang diperoleh dari DUD-E yaitu sebanyak 536
ligan aktif dan 35.750 decoys. Fitur farmakofor yang dihasilkan menunjukkan
terjadinya tiga interaksi hidrofobik dan dua ikatan hidrogen dengan dua residu asam
amino aspartat. Gugus hidroksil pada atom C-14 bertindak sebagai akseptor ikatan
hidrogen dengan Asp29 dengan energi bebas dan jarak ikatan -9,4 kkal/mol dan 2,6
Å. Gugus hidroksil pada atom C-19 bertindak sebagai donor ikatan hidrogen
dengan Asp25 dengan energi bebas dan jarak ikatan -2,3 kkal/mol dan 3,7 Å.
Modifikasi molekul dilakukan berdasarkan masih adanya ruang hidrofobik kosong
pada kantung aktif protease HIV-1, oleh karena itu ditambahkan gugus alkil atau
hidroksibenzaldehid untuk memperpendek ikatan hidrogen dengan Asp25 sehingga
kekuatan ikatan dan afinitasnya menjadi lebih besar.
Modifikasi tersebut menghasilkan delapan turunan andrografolid, yaitu 12,13-
dihidro andrografolid, 3-metil andrografolid, 3-etil andrografolid, 3-propil
andrografolid, 3-benzil andrografolid, serta tiga turunan hidroksibenziliden
andrografolid, yaitu 3,19-2’-hidroksibenziliden andrografolid (SM-1), 3,19-3’-
hidroksibenziliden andrografolid (SM-2) dan 3,19-4’-hidroksibenziliden
andrografolid (SM-3). Pengujian prediksi, absorpsi, distribusi dan toksisitas
menunjukkan andrografolid dan turunannya diserap dengan baik di usus, memiliki
permeabilitas sedang pada sel Caco-2, terikat kuat pada protein plasma dan tidak
iii
menunjukkan sifat mutagenik atau karsinogenik. Hasil prediksi aktivitas
menunjukkan bahwa SM-1, SM-2 dan SM-3 merupakan tiga senyawa terbaik
dengan afinitas yang paling tinggi pada protease HIV-1.
Dalam penelitian ini telah berhasil disintesis senyawa SM-1, SM-2 dan SM-3
menggunakan reaktor sintesis gelombang mikro, dengan mereaksikan
andrografolid dan hidroksibenzaldehid menggunakan katalis piridinium p-toluen
sulfonat (PPTS) pada kondisi optimum suhu 50° C, kekuatan iradiasi 300 Watt, dan
kecepatan pengadukan 200 rpm selama 3 jam. Pemurnian dilakukan dengan cara
ditambahkan trietilamin, diencerkan dengan benzena dan kemudian dicuci dengan
air 3 kali, lapisan organik dipisahkan dan dikeringkan dengan natrium sulfat
anhidrat. Pemurnian lebih lanjut dilakukan dengan kromatografi kolom (silika gel
45 ~ 75 m, Wakogel C-300) dengan menggunakan kloroform - metanol (20:1)
sebagai eluen. Hasil sintesis turunan andrografolid mempunyai pemerian serbuk
berwarna putih, titik leleh 140-142°C (SM-1), 167-170°C (SM-2), 192-194°C
(SM-3) dan rendemen 85% (SM-1) , 86% (SM-2), 86% (SM-3). Hasil karakterisasi
dengan spektroskopi IR, MS, C-NMR dan H-NMR menunjukkan kesesuaian
dengan struktur yang diharapkan.
Potensi inhibitor protease HIV-1 diuji secara in vitro menggunakan fluorometric
assay kit. Prinsip pengukuran berdasarkan kemampuan protease HIV-1 untuk
memecah substrat peptida sintetik dan melepaskan fluorofor yang dapat dideteksi
pada panjang gelombang eksitasi 330 nm dan emisi 450 nm menggunakan
fluorescence microplate reader. Suatu inhibitor protease akan menghambat
pemecahan substrat peptida dan mengurangi kadar fluorofor yang dilepaskan. Hasil
pengujian menunjukkan IC50 untuk pepstatin dan lopinavir yang diisolasi dari tablet
Aluvia
®
berturut-turut adalah 1,61 µM dan 1,12 µM. Sedangkan andrografolid dan
turunannya SM-1, SM-2, dan SM-3 memiliki IC50 yang lebih besar dari kedua
standar inhibitor protease yang digunakan yaitu berturut-turut 18,14 µM; 10,72 µM;
9,93 µM; dan 8,32 µM. Data ini menunjukkan turunan andrografolid lebih aktif dari
andrografolid sebagai senyawa penuntunnya, tetapi potensinya masih rendah dari
kedua standar inhibitor protease. Meskipun demikian, mengingat sudah banyaknya
resistensi terhadap obat-obat inhibitor protease yang ada, senyawa baru turunan
andrografolid masih berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif anti-HIV.