digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


2018 TA PP LUBBI SABIILI RUSYDI 1.pdf ]
Terbatas  Suharsiyah
» Gedung UPT Perpustakaan

Indonesia memiliki total potensi panas bumi yang sangat besar yakni sebesar 28,5 GW. Namun, dalam pengembangan di Indonesia terdapat beberapa tantangan. Diantaranya kurang menariknya bagi investor dalam mengembangkan proyek panas bumi di Indonesia dari segi ekonomi. Dalam pengembangan panas bumi, komponen ekonomi yang paling berpengaruh adalah biaya pembuatan sumur. Pada penelitian ini akan disajikan analisis keekonomian lapangan panas bumi dominasi air yang belum digarap oleh pengembang dengan membuat suatu korelasi antara jumlah sumur terhadap kapasitas pembangkit pada lapangan panas bumi dominasi air yang telah dikembangkan serta membentuk pula korelasi untuk menentukan jumlah make-up well yang akan dibangun. Grafik hubungan antara jumlah sumur terhadap kapasitas pembangkit dapat dibentuk dari 14 lapangan panas bumi dominasi air di Indonesia. Grafik dibentuk dengan melihat pengaruh dari jumlah sumur saat commercial operaton date (COD) terhadap kapasitas pembangkit listrik dengan mengkonstruksikan grafik tersebut maka dapat diperhitungkan jumlah sumur yang dibutuhkan secara statistik untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan kapasitas tertentu. Selain itu, dibuat juga grafik hubungan jumlah make-up well yang dibutuhkan dalam satu tahun terhadap kapasitas pembangkit dari dua lapangan panas bumi dominasi air yang telah beroperasi di Indonesia. Dengan hal tersebut maka dapat dilakukan prediksi jumlah sumur make-up yang dibutuhkan. Maka dengan data jumlah sumur yang dibutuhkan dapat diprediksi maka dapat dianalisis tingkat keekonomian proyek. Kemudian dilakukan studi kasus pada lapangan yang akan dikembangkan di Indonesia yakni WKP Sembalun sebesar 20 MW, WKP Jaboi sebesar 55 MW, dan WKP Arjuno Welirang sebesar 110 MW. Hasil dari kontruksi grafik hubungan antara jumlah sumur terhadap kapasitas lapangan yang telah dikembangkan adalah sebuah persamaan y = 3.27x - 16.62 dengan y = kapasitas pembangkit dan x = jumlah sumur saat COD. Selain itu, hasil dari konstruksi grafik untuk menentukan jumlah make-up well adalah sebuah persamaan y = 98.2x + 9.6 dengan y = kapasitas pembangkit dan x = jumlah make-up well yang dibutuhkan pertahun. Hasil dari pengolahan data adalah jumlah sumur yang dibutuhkan untuk WKP Sembalun, Jaboi, dan Arjuno Welirang pada saat COD masingmasing secara berurutan sebesar 12, 22, dan 39. Sementara untuk jumlah sumur make-up untuk WKP Sembalun, Jaboi, dan Arjuno Welirang masing-masing secara berurutan sebesar 4, 14, dan 31. Setelah itu data diatas dimasukan dalam model keekonomian. Kriteria yang dipertimbangkan pada analisis ini antara lain NPV, IRR, PI, dan PBP. Hasil dari model keekonomian terhadap lapangan studi kasus dengan harga jual listrik WKP Sembalun, Nusa Tenggara Barat 13,90 cent US$/kWh, WKP Gede Pangrango, Jawa Barat 6,81 cent US$/kWh, dan WKP Arjuno Welirang, Jawa Timur 8,63 cent US$/kWh adalah nilai NPV yang didapat untuk WKP Sembalun, Jaboi, dan Arjuno Welirang masing-masing secara berurutan sebesar 84,757 juta US$, 241,45 juta US$, 229,01 juta US$, nilai IRR yang didapat untuk WKP Sembalun, Jaboi, dan Arjuno Welirang masing-masing secara berurutan sebesar 13,60 %, 20,67 %, 13,53 %, nilai PI yang didapat untuk WKP Sembalun, Jaboi, dan Arjuno Welirang masingmasing secara berurutan sebesar 1,89, 2,24, dan 1,64, dan nilai PBP yang didapat untuk WKP Sembalun adalah 17 tahun, WKP Jaboi 11 tahun, dan WKP Arjuno Welirang nilai 17 tahun.