Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan penetapan kadar simultan tablet kombinasi parasetamol
(PCT) dan asetosal (ACT) menggunakan FTIR. Selanjutnya, pada penelitian ini metode tersebut akan
dikembangkan dengan menambah komponen ke tiga yaitu kafein (KF) yang memiliki dosis relatif kecil
dibandingkan dua komponen sebelumnya. Pengujian spesivisitas menunjukkan puncak khas untuk
pengukuran kafein pada bilangan gelombang 2967 –2930 cm-
1
. Sementara itu, untuk PCT dan ACT masingmasing pada 3344 –3310 cm
-1
dan 1822 –1877 cm
-1
, seperti yang dilaporkan sebelumnya. Disebabkan
sensitivitas yang rendah, maka untuk kafein dilakukan metode standar adisi. Dengan metode tersebut,
diperoleh kurva kalibrasi ke tiga komponen yang telah memenuhi syarat linearitas dengan masing-masing
menunjukkan koefisien regresi linear (r) ≥0,999. Parameter validasi yang lain, yakni akurasi, presisi intraday dan inter-day, rentang, batas deteksi (LOD), dan batas kuantitasi (LOQ) juga dibuktikan memenuhi
syarat keberterimaan. Selanjutnya, dilakukan studi komparasi terhadap metode kompendial, yaitu KCKT.
Hasilnya menunjukkan bahwa nilai LOD/LOQ dari metode FTIR adalah seratus kali lebih besar
dibandingkan KCKT. Namun demikian, secara umum metode FTIR masih layak digunakan sebagai metode
alternatif pada rentang dosis obat yang diperiksa, dibuktikan dengan hasil pengujian terhadap sediaan
tablet kombinasi yang diperoleh dari pasaran. Dari uji t data tak berpasangan, diperoleh bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna antara kedua metode tersebut. Keunggulan dari metode analisis FTIR
adalah kemudahan preparasi sampel, waktu pengukuran yang singkat, biaya yang lebih murah, dan bebas
pelarut. Dengan demikian, metode ini dapat dianggap layak sebagai metode alternatif yang lebih efisien
dan ramah lingkungan.