Bangunan arsitektur kolonial di Indonesia pada dasarnya merupakan bangunan arsitektur nasional Belanda yang mengalami adaptasi iklim tropis Indonesia. Para arsitek Belanda yang membuat karyanya di Indonesia bereksplorasi menciptakan karya dengan langgam arsitektur yang beragam pada masa kolonial. Salah satu arsitek Belanda keturunan Indonesia yang diindikasi berhasil memadukan unsur lokal terhadap karya arsitekturnya di Indonesia pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Henry Maclaine Pont. Pont diindikasi melakukan pendekatan inkulturasi pada proses perancangan karya arsitekturnya. Didasari dengan ketertarikan Pont terhadap arsitektur tradisional Indonesia di Pulau Jawa serta keinginan Pont dalam mewujudkan politik etis di bidang arsitektur membuat karyanya menjadi mahakarya yang indah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karya-karya Pont yang diindikasi memakai pendekatan inkulturasi pada proses perancangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian historis dalam studi kasus pada karya yang merepresentasikan proses inkulturasi dalam karya Pont yakni Aula Barat Institut Teknologi Bandung dan Gereja Katolik Puhsarang Kediri. Selanjutnya, dilakukan juga identifikasi lebih rinci untuk mengetahui mengapa kedua mahakarya Pont disebut-sebut menggunakan pendekatan inkultrasi. Hal tersebut dilakukan untuk membuktikan asumsi bahwa karya hasil inkulturasi Henri Maclaine Pont membuat temuan baru terhadap langgam arsitektur di Indonesia pada masa kolonial.