Metode klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara SNI 1999 merupakan metode yang sampai saat ini berlaku di Indonesia. Namun standar ini dinilai masih bersifat intuitif dan kaku. Dimana hanya berdasarkan pada faktor kuantitas dan geometri serta kompleksitas struktur geologi sebagai pembatas tetapi belum memperhitungkan faktor kualitas batubara. Sementara itu, dengan pendekatan geostatistik parameter geometri maupun kualitas batubara dapat dipertimbangkan secara sekaligus untuk menentukan klasifikasi sumberdaya batubara. Dan jika ini dilakukan maka setiap cekungan batubara dengan setting geologi tertentu kemungkinan dapat memiliki parameter klasifikasi sumberdaya misalnya jarak pengaruh yang berbeda dengan cekungan batubara di tempat lain.
Pendekatan geostatistik untuk estimasi sumberdaya dilakukan menggunakan metode Ordinary Kriging (OK) pada lima parameter yaitu ketebalan sebagai faktor geometri, serta nilai kalori, kadar abu, kadar sulfur, dan kadar air sebagai faktor kualitas. Proses OK dilakukan per unit blok yang selanjutnya akan menghasilkan nilai estimasi dan standar deviasi estimasi yang akan digunakan untuk mencari nilai error relatif. Nilai error relatif ini kemudian menjadi acuan dalam pengklasifikasian sumberdaya dimana blok yang mempunyai error relatif lebih kecil dari 10% dikategorikan sebagai sumberdaya terukur (measured), antara 10-20% dikategorikan sebagai sumberdaya terkira (indicated), dan lebih besar dari 20% dikategorikan sebagai sumberdaya tereka (inferred). Sementara itu sebagai pembanding, perhitungan sumberdaya juga dilakukan dengan menggunakan metode poligon dengan klasifikasi menurut SNI 1999. Dimana menurut SNI 1999 untuk daerah yang mempunyai struktur geologi moderat seperti kasus pada seam batubara SM2 daerah senakin, Provinsi Kalimantan Selatan diharuskan memiliki jarak pengaruh sebesar 250 m untuk sumberdaya terukur, 500 m untuk sumberdaya terkira, dan 1.000 m untuk sumberdaya tereka; dan untuk kasus daerah daerah yang mempunyai struktur geologi sederhana seperti kasus pada seam batubara EU2 daerah Mulia, Provinsi Kalimantan Selatan diharuskan memiliki jarak pengaruh sebesar 500 m untuk sumberdaya terukur, 1.000 m untuk sumberdaya terkira, dan 1.500 m untuk sumberdaya tereka