Indonesia memiliki sumber daya mineral logam yang cukup melimpah terutama tembaga, nikel, timah, dan emas. Selama ini sebagian besar dari mineral logam tersebut di ekspor dalam bentuk konsentrat, kecuali timah yang sudah dijual dalam bentuk logam. Dengan diberlakukannya UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, yang menggantikan UU No.11 tahun 1967 tentang pokok-pokok pertambangan, terdapat suatu kebijakan untuk meningkatkan nilai mineral yang ditambang. Dimana perusahaan yang memiliki IUP wajib melakukan proses pengolahan dan pemurnian logam di dalam negeri dalam 5 tahun setelah UU ditetapkan.
Kebijakan nilai tambah ini diharapkan akan meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pertambangan. Sebagai salah satu produk terbesar dari sektor pertambangan, tembaga memberikan sumbangan yang besar bagi penerimaan Negara. Saat ini mineral tembaga dihasilkan oleh 2 perusahaan asing Internasional yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara yang menjual produknya dalam bentuk konsentrat. Sebagian kecil dari konsentrat ini diolah di dalam negeri oleh PT Smelting Gresik dan sebagian lagi di ekspor ke luar negeri terutama ke Jepang, Spanyol dan Korea.
Untuk itu, Analisis kebijakan untuk melihat pengaruhnya pada penerimaan Negara perlu dilakukan. Untuk meningkatkan analisis, permodelan system dynamic produksi tembaga telah dibangun. Model ini menggambarkan struktur fisik dan alur proses mulai dari penambangan, pengolahan dan pemurnian mineral tembaga. Model terdiri dari beberapa sub system yaitu penambangan, pemurnian, royalty dan PPN. Proses kalibrasi menunjukkan hasil simulasi menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan data historis.
Hasil simulasi menunjukkan: penerimaan Negara dari royalti dengan menggunakan perhitungan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2003 tentang PNBP sektor pertambangan meningkat 70,71% dibandingkandan dengan perhitungan berdasarkan Kontrak Karya II PT FI. Produksi logam tembaga murni (99,99%) pun meningkat dari sekitar 300%. Demikian pula dengan produk sampingan proses peleburan seperti asam sulfat dan gypsum meningkat 3-4 kali lipat. Dengan meningkatnya produksi logam tembaga yang merupakan Barang Kena Pajak (BPK) maka penerimaan pajak pertambahan nilai ikut meningkat pula. Dengan simulasi permodelan dengan asumsi 50% produk logam tembaga digunakan didalam negeri, maka diperoleh PPn tembaga sekitar 250 milyar rupiah pertahun. Penerimaan PPn untuk slag tembaga sekitar 500 milyar rupiah pertahun.