digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Setelah era reformasi berjalan, banyak bangunan seperti kantor, sekolah, terminal, pasar, dan gereja dipalang atau ditutup akses masuknya oleh kelompok masyarakat yang mengatasnamakan masyarakat adat di Distrik Jayapura Selatan. Aksi kelompok masyarakat adat ini terkait dengan konflik tanah yang mengakibatkan pembangunan secara fisik yang dikerjakan oleh pemerintahan daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi terhambat. Pemerintahan daerah memang tidak tinggal diam dalam menyelesaikan persoalan ini namun kenyataannya konflik tanah tetap saja terjadi. Semakin jelas bahwa konflik merupakan kenyataan hidup yang tidak terhindarkan bahkan akan selalu ada. Hal ini sebenarnya sedang menyatakan kepada kita bahwa konflik dibutuhkan dan berguna. Oleh sebab itu, studi ini bertujuan untuk mengangkat berbagai permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya konflik tanah ke permukaan sehingga dapat diketahui hal-hal apa saja yang menjadi penyebab konflik tanah adat di Distrik Jayapura Selatan. Studi ini bersifat kualitatif dengan menyusun kembali variabel konflik umum melalui pendapat para ahli serta mengidentifikasi variabel konfllik tanah adat di Distrik Jayapura Selatan dengan mendaftarkan seluruh sebab yang menggambarkan telah terjadinya konflik tanah adat berdasarkan kata-kata kunci dari hasil wawancara dengan perangkat pemerintahan daerah menggunakan analisis klasifikasi. Sesuai dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, pemerintahan daerah dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Kota Jayapura, DPRD Kota Jayapura, dan Majelis Rakyat Papua. Dari hasil analisis sebab-sebab konflik tanah adat di Distrik Jayapura Selatan menggunakan analisis hirarkis diperoleh 10 (sepuluh) variabel konflik tanah umum dan 4 (empat) variabel konflik tanah tidak umum. Banyaknya variabel konflik tanah ini menunjukkan bahwa konflik tanah yang terjadi telah mencapai kondisi memprihatinkan yang tidak hanya dapat menghambat proses pembangunan bahkan dapat menjadikannya berhenti total. Bila pemerintahan daerah ingin menyelesaikan konflik tanah adat di Distrik Jayapura Selatan, pemerintahan daerah perlu memberi perhatian yang lebih serius kepada 4 (empat) variabel konflik tanah yang tidak umum tersebut namun tidak boleh juga melupakan 10 (sepuluh) variabel konflik umum lainnya