digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Indonesia telah menjadi pionir dalam memikirkan pemeliharaan dan pengarsipan film-filmnya dengan mendirikan pusat pengarsipan film pertama di Asia Tenggara yang bernama Sinematek Indonesia pada tahun 1973. Kenyataannya, upaya visioner tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh pemerintah. Bukankah di negara-negara maju upaya pendokumentasian adalah sesuatu yang dipandang penting dan selalu ada dalam skala prioritas perhatian? Betapa abainya pemerintah Indonesia terhadap pentingnya pusat pendokumentasian dan pengarsipan film. Tidak hanya dari sudut pemerintah, pentingnya memelihara film juga kurang diperhatikan oleh pekerja film itu sendiri, akibatnya karya cipta anak negeri cenderung menunjukkan dengan jelas adanya orientasi yang bias dari para penggiat sinema Indonesia. Kalau kita mau berjiwa besar, cobalah tengok buku tamu Sinematek di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail. Segera terbaca jumlah terbatas dari pengunjungnya, serta siapa saja yang kerap datang untuk memanfaatkan film & dokumendokumennya. Akibat yang signifikan, masyarakat semakin 'buta' akan pengetahuan negaranya sendiri. Mempertimbangkan pikiran-pikiran di atas, segera kita menyadari bahwa problematika perfilman Indonesia, termasuk tentunya masyarakat Indonesia secara luas, disebabkan oleh ketidakmampuan kita untuk mencermati sejarah. Film merupakan catatan sejarah terhadap apa yang terjadi pada era-era tertentu dalam perjalanan sebuah bangsa. Perkataan Hikmat Darmawan di awal pembahasan memaparkan betapa pentingnya memelihara sebuah film sebagai pembuktian eksistensi bangsa Indonesia. Apa jadinya pengarsipan film Indonesia pada lima tahun mendatang, apabila kondisi Sinematek belum juga diperbaiki? Tampaknya, harus ada gerakan hati nurani bersama dalam menyelamatkan film-film di Sinematek Indonesia. Sebagai desainer interior sekaligus penikmat film nasional, saya juga ingin berkontribusi melalui jalur akademis. Maka Sinematek Indonesia saja jadikan topik tugas akhir dengan harapan dapat menjadi salah satu upaya kecil untuk membangun kembali perfilman Indonesia, khususnya dalam lingkup pemeliharaan dan pengrsipan film sebagai aset sejarah bangsa dan memacu masyarakat untuk terus berkarya membangun infrastruktur perfilman nasional. Sinematek Indonesia menjadi solusi cerdas dan kontekstual dalam upaya memajukan perfilman Indonesia. Sinematek Indonesia merupakan wadah bagi para sineas dan komunitas film di indonesia untuk berkumpul, bertukar wawasan, belajar, serta berkarya. Dalam aplikasi desain, saya menginterpretasikan film sebagai a window to the world. Konsep dasar tersebut kemudian diimplementasikan ke dalam konsep tema imajinatif dan akrab. Diharapkan konsep tersebut akan mendukung tujuan yang ingin dicapai, yaitu mendekatkan film kepada masyarakat dan memberikan image/wajah baru yang kreatif bagi perfilman Indonesia.